Sabtu, 20 Desember 2008

lingkungan

Apa itu Pendidikan Lingkungan (PL)?

Detik demi detik dalam pengalaman hidup seseorang adalah sebuah rangkaian proses pembelajaran. Merasakan alam merupakan pengalaman pertama, sekaligus proses belajar pertama bagi seorang manusia. Selanjutnya secara perlahan dilanjutkan belajar mengenali alam ini, mengambil sesuatu dari alam dan selanjutnya memanfaatkan apa yang disediakan oleh alam. Karena itulah, pembelajaran mengenal dan memanfaatkan apa yang tersedia di alam sebagai bagian dari pendidikan lingkungan pada dasarnya adalah proses manusiawi yang dialami dan dilakukan oleh setiap orang.

Seluruh kebutuhan manusia dipenuhi dari proses pemanfaatan alam. Namun demikian, alam memiliki keterbatasan untuk terus dimanfaatkan. Seekor kambing hanya akan melahirkan anaknya jika telah melewati waktu … bulan masa hamilnya. Sementara sebatang pohon mangga secara alami hanya akan bertambah jumlahnya setelah menghasilkan buah. Berbagai mineral di dalam perut bumi memerlukan waktu jutaan tahun agar dapat kita manfaatkan. Bahkan air, udara, bahkan cahaya matahari pun dapat menjadi pembunuh bagi kita jika kualitasnya telah sangat rendah.

Itulah alasan utama agar memanfaatkan alam dilakukan dengan sangat hati-hati. Kecerobohan memanfaatkan alam pada akhirnya akan membuat malapetaka bagi seluruh kehidupan. Dari proses mengenal alam dan keinginan memanfaatkan alam secara maksimal, peradaban manusia berhasil melahirkan berbagai bentuk pengetahuan. Walau demikian pengetahuan tak lebih seperangkat alat bagi manusia dalam memanfaatkan berbagai fasilitas alami di bumi ini. PL tidak menjadikan seorang ahli PL bukan sebuah pelajaran

SEJARAH PENDIDIKAN LINGKUNGAN

Pendidikan lingkungan telah dikembangkan di berbagai negara selama beberapa tahun. Titik penting dalam perkembangan pendidikan lingkungan terjadi pada tahun 1972, ketika para perwakilan yang hadir dalam Konferensi PBB mengenai “Human Environmental” di Stokholm , Sweden merekomendasikan bahwa PBB mengembangkan sebuah program internasional untuk pendidikan lingkungan. UNEScO menindaklanjuti rekomendasi tersebu dengan mendanai serangkaian lokakarya dan konferensi pendidikan lingkungan di seluruh dunia. Di tahun 1975, perwakilan dari negara-negara anggota bertemu di Belgrad, bekas Yugoslavia (in the former Yugoslavia ), menguraikan pengertian dasar dan tujuan dari pendidikan lingkungan. Kemudian di tahun 1977, perwakilan dari lebih 60 negara berkumpul di Tbilisi , untuk menindaklanjuti hasil pertemuan di Belgrad. Para delegasi untuk kedua konferensi internasional ini meratifikasi definisi pendidikan lingkungan, juga seperangkat tujuan sebagai berikut:

Pendidikan Lingkungan adalah Sebuah proses yang bertujuan dalam membangun populasi dunia yang berkesadaran dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan secara keseluruhan dan berbagai problem yang terkait dengannya, dan yang mana memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan, motivasi, dan komitmen untuk bekerja secara individu dan bersama-sama untuk menemukan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang saat ini muncul dan mencegah munculnya masalah baru.

TUJUAN (VISI DAN MISI)

Pendidikan lingkungan secara umum bertujuan untuk membangun individu dan masyarakat yang mampu merawat dan mengembangkan lingkungan yang berkualitas dan mencegah permasalahan lingkungan di masa depan.
Secara khusus, pendidikan lingkungan menekankan kepada 5 tujuan: (PBB?)
• Kesadaran
Membantu para siswa memperoleh sebuah kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan dan berbagai permasalahannya; membangun kemampuan untuk merasakan dan membedakan di antara stimuli; mengolah, menyaring, dan memperluas pandangan-pandangan (perceptions) ini; dan menggunakan kemampuan baru ini dalam berbagai macam konteks.
• Pengetahuan
Membantu para siswa memperoleh sebuah pengertian mendasar tentang bagaimana fungsi-fungsi lingkungan, bagaimana orang-orang berinteraksi dengan lingkungan, dan bagaimana timbulnya isu-isu dan masalah-masalah berkaitan dengan lingkungan dan bagaimana mereka dapat diselesaikan.
• Sikap
Membantu para siswa untuk memperoleh seperangkat nilai dan perasaan-perasaan kepedulian kepada lingkungan dan motivasi dan komimen untuk berperan dalam perawatan dan perbaikan lingkungan.
• Keterampilan
Membantu para siswa memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan dan menyelidiki permasalahan lingkungan dan berkontribusi untuk pemecahan permasalahan ini.
• Partisipasi
Membantu para siswa memperoleh pengalaman dalam menggunakan pengetahuan yang mereka peroleh dan keterampilan dalam pengambilan keputusan (kebijaksanaan), tindakan-tindakan positif yang mengarah pada pemecahan isu-isu dan permasalahan lingkungan.

Selain itu agar dapat menggunakan kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki, agar dapat membangun sikap dan berpartisipasi dalam penyelesaian permasalahan lingkungan, Pendidikan Lingkungan membantu siswa untuk mengembangkan:
• Imajinasi
• Percaya diri
• Kreativitas
• Kemampuan belajar
• Kemampuan mengorganisasi

ISU-ISU PENDIDIKAN LINGKUNGAN
Isu pendidikan lingkungan menyangkut berbagai masalah lingkungan baik dalam lingkup global (dunia) maupun lokal. Masalah lingkungan yang timbul di sebuah tempat kecil memberikan kontribusi terhadap kualitas lingkungan secara global. Demikian pula, permasalahan lingkungan yang mengglobal tentu membawa dampak pada kualitas lingkungan di suatu tempat. Permasalahan lingkungan yang di suatu tempat juga membawa dampak berantai di tempat-tempat lainnya.

Isu pendidikan lingkungan pun meliputi berbagai sumberdaya alam di bumi ini. Dari sumberdaya yang ada di dalam lautan hingga berbagai sumberdaya di dalam hutan. Dari apa yang ada di dalam perut bumi hingga lapisan ozon yang melindungi seluruh kehidupan di muka bumi. Pendidikan lingkungan juga membicarakan makhluk hidup maupun berbagai material yang mendukung kehidupan. Beberapa isu umum dalam pendidikan lingkungan misalnya menurunnya keanekaragaman hayati, penggurunan, penebangan hutan, rusaknya lapisan ozon, pencemaran, hujan asam, pertambangan, dan limbah.

Pendidikan lingkungan memandang bahwa permasalahan lingkungan terkait erat dengan kehidupan manusia. Karena itu, pendidikan lingkungan menarik hubungan setiap permasalahan lingkungan dengan berbagai aspek seperti kebudayaan, kesehatan, ekonomi, sosial, politik, bahkan teknologi dan ilmu pengetahuan.

http://www.yelweb.org/content/apa-itu-pendidikan-lingkungan-pl

PONDOK AGUSTI TAMRIN

PENDIDIKAN KEJURUAN, PEMBELAJARAN, PENELITIAN TINDAKAN KELAS, PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI SALAH SATU MATA PELAJARAN DI SEKOLAH

DASAR HUKUM :

I. Kesepakatan MenegLH dan Mendiknas

Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : Kep 07/MENLH/06/2005 - Nomor 05/VI/KB/2005 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup. Ditandatangani pada tanggal 3 Juni 2005 di Jakarta.

Tujuan Kesepakatan Bersama:

1. Kerjasama di antara kedua belah pihak dalam menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai wawasan lingkungan hidup kepada peserta didik dan masyarakat

2. Mutu sumber daya manusia sebagai pelaksana pembangunan dan pelestari lingkungan hidup

Ruang Lingkup Kesepakatan Bersama Meliputi:

1. Koordinasi dalam penyusunan program pendidikan lingkungan hidup jangka pendek, menengah dan panjang;

2. Pengembangan pendidikan lingkungan hidup sebagai wadah/sarana menciptakan perubahan perilaku manusia yang berbudaya lingkungan;

3. Peningkatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan;

4. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang pendidikan lingkungan hidup;

5. Peningkatan peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan lingkungan hidup.

A. Pendahuluan (Pendidikan Lingkungan Hidup: Bukan untuk pembebanan baru bagi siswa)

Manusia terdiri atas pikiran dan rasa dimana keduanya harus digunakan. Rasa menjadi penting digerakkan terlebih dahulu, karena seringkali dilupakan. Bagaimana memulai pendidikan lingkungan hidup? Pendidikan Lingkungan Hidup harus dimulai dari HATI. Tanpa sikap mental yang tepat, semua pengetahuan dan keterampilan yang diberikan hanya akan menjadi sampah semata.

Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan menyentuh hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap dan pola pikir terhadap lingkungan telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan hidup, serta peningkatan keterampilan dalam mengelola lingkungan hidup

1. Pendidikan Lingkungan Hidup: dalam buku catatan

Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran “Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH)”. Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran. Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.

Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain. Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.

2. Pendidikan Lingkungan Hidup: bahan dasar yang dilupakan

Salah satu puncak perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut: Pendidikan lingkungan Hidup (environmental education - EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif, untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru [UN - Tbilisi, Georgia - USSR (1977) dalam Unesco, (1978)]

PLH memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, PLH perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan “kemampuan memecahkan masalah”.

Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini.

a. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive,desaingrafis;

b. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data;

c. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.

PLH dapat mempermudah pencapaian ketrampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti :
a. berfikir kritis
b. berfikir kreatif
c. berfikir secara integratif
d. memecahkan masalah.

Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :

a. Pilar Ekonomi

Menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan.

b. Pilar Sosial

Menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan.

3. Pilar Lingkungan

Menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati, dan Penataan ruang

Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang ajeg (constant) dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Memandang kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu, bisa menjebak kita ke dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialek tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni: Pengajar, Pelajar atau anak didik, dan Realitas dunia. Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini.

Dengan kata lain, langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan pembebasannya Freire yakni suatu proses yang terus menerus, suatu ?commencement?, yang selalu “mulai dan mulai lagi”, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sehati (inherent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Maka, proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti, mandeg, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat “kesadaran naif” sampai ke tingkat “kesadaran kritis”, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni “kesadarannya kesadaran” (the consice of the consciousness).

Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi ini. Sekitar tahun 1979 ia mengembangkan konsep belajar beralur (flow learning). Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa untuk menyingkronkan proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah:

1. Aspek afektif, perasaan nyaman, senang, bersemangat, kagum, puas,

dan bangga

2. Aspek kognitif, proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain

3. Aspek sosial, perasaan diterima dalam kelompok

4. Aspek sensorik dan monotorik, bergerak dan merasakan melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin

5. Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan

3. Pendidikan Lingkungan Hidup: terjerumus di jurang pembebanan baru

Pendidikan saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijasah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi.

Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing.

Pada dua tahun terakhir, PLH di Kalimantan Timur sangatlah berjalan perlahan ditengah hiruk pikuk penghabisan kekayaan alam Kaltim. Inisiatif-inisiatif baru bermunculan. Kota Balikpapan memulai, dengan dibantu oleh Program Kerjasama Internasional, lahirlah kurikulum pendidikan kebersihan dan lingkungan yang menjadi salah satu muatan lokal. Diikuti kemudian oleh Kabupaten Nunukan. Sementara saat ini sedang dalam proses adalah Kota Samarinda, Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan. Kesemua wilayah ini terdorong ke arah “jurang” hadirnya muatan lokal beraroma pendidikan lingkungan hidup.

Tak ada yang salah dengan muatan lokal. Namun sangat disayangkan dalam proses-proses yang dilakukan sangat meninggalkan prinsip-prinsip dari Pendidikan Lingkungan Hidup itu sendiri. Nuansa hasil yang berwujud (buku, modul, kurikulum), sangat terasa dalam setiap aktivitas pembuatannya. Perangkat-perangkat pendukung masih sangat jauh mengikutinya. Pendidikan Lingkungan Hidup hari ini, bisa jadi mengulang pada kejadian beberapa tahun yang lalu, ketika PKLH mulai diluncurkan. Statis, monolitik, membunuh kreatifitas. Prasyarat yang belum mencukupi yang kemudian dipaksakan, berakhir pada frustasi berkelanjutan.

Sangat penting dipahami, bahwa pola Cara Belajar Siswa Aktif, Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan berbagai teknologi pendidikan lainnya yang dikembangkan, kesemuanya bermuara pada kapasitas seorang guru. Kemampuan berekspresi dan berkreasi sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Bila tidak, lupakanlah. Demikian pula dengan PLH, sangat dibutuhkan kapasitas guru yang mampu membangitkan kesadaran kritis. Bukan sekedar untuk memicu kreatifitas siswa. Kesadaran kritis inilah yang akhirnya akan tereliminasi disaat PLH diperangkap dalam kurikulum muatan lokal. Siswa akan kembali berada dalam ruang statis, mengejar nilai semu, dan memperoleh pembebanan baru.

4. Pendidikan Lingkungan Hidup: duduk, diam, dan bercerminlah

Sejak 2001, disaat pertama kali kawan-kawan pegiat PLH di Kaltim berkumpul, telah lahir berbagai gagasan dan agenda yang harus diselesaikan. Namun karena bukan menjadi PRIORITAS, maka hal ini menjadi bagian yang dilupakan.

Di tahun 2005 ini, geliat PLH masih bergerak-gerak ditempat. Bagi yang memiliki dana, muatan lokal menjadi sebuah pilihan, karena akan lebih mudah mengukur indikator keberhasilannya. Bagi yang tidak memiliki dana, mencoba tertatih-tatih di ruang sempit untuk tetap berjalan sesuai dengan cita-cita sebenarnya dari PLH, yaitu membangun generasi yang memiliki KESADARAN KRITIS sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni “KESADARANNYA KESADARAN”.

Kepentingan untuk PERCEPATAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP, haruslah dimaknai bukan untuk mengELIMINASI pondasi dasar PLH. Tidak kokohnya pondasi akan mengakibatkan kehancuran sebuah bangunan, semewah apapun ia. Kehausan akan target proyek, capaian indikator, pekerjaan, hanya akan menjadikan PLH sebagai sebuah obyek mainan baru, bukan lagi sebagai sebuah nilai yang sedang dibangun bagi generasi kemudian negeri ini.

BERCERMINLAH untuk sekedar meREFLEKSIkan diri. Ini yang penting dilakukan oleh pegiat PLH. Bukan untuk berlari mengejar ketertinggalan. Tidak harus cepat mencapai garis akhir. Berjalan perlahan dengan semangat kebersamaan akan lebih menghasilkan nilai yang tertancap pada ruang yang terdalam di diri. APAKAH YANG SEDANG KITA LAKUKAN HANYA AKAN MENJADI PEMBEBANAN BARU BAGI GENERASI KEMUDIAN?

C. Prinsip-prinsip Pendidikan Lingkungan Hidup

Pendidikan lingkungan hidup haruslah:

1. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);

2. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal

3. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.

4. Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;

5. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;

6. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan; Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;

7. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;

8. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;

9. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover) gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;

10. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.

11. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first - hand experience).

D. Pendekatan dan Metode Pendidikan Lingkungan Hidup

Sebagai sebuah upaya untuk mengubah cara pandang dan perilaku segenap komponen masyarakat agar memiliki kepedulian dan kesadaran yang lebih baik tentang pentingnya kelestarian lingkungan, kegiatan pendidikan lingkungan hidup memerlukan metode atau pendekatan yang tepat sesuai dengan karakteristik persoalan dan kelompok sasaran yang dihadapi. Di bawah ini terdapat beberapa pendekatan atau metode yang umum digunakan dalam proses belajar mengajar :

1. Pendekatan Tatap Muka

Instruktur/pengajar/nara sumber bertemu secara langsung dengan para peserta (kelompok sasaran) pada waktu dan tempat tertentu. Pendekatan ini umumnya diselenggarakan dalam bentuk penyuluhan, kelas, kursus/pelatihan, seminar, dan lokakarya. Penerapan pendekatan tatap muka ini seringkali dilakukan dengan cara mengkombinasikan berbagai metode pembelajaran. Adapun metode yang umum digunakan adalah:

a. Metode Ceramah, umumnya dicirikan oleh situasi pembelajaran di mana instruktur/pengajar/nara sumber aktif menyampaikan materi sedangkan peserta hanya mendengarkan (pasif)

b. Metode Diskusi, yaitu suatu metode pembelajaran yang dicirikan oleh adanya interaksi yang intensif antara instruktur/pengajar/nara sumber dan peserta yang mana antara keduanya saling memberikan pertanyaan dan tanggapan.

c. Metode studi kasus, yaitu suatu metode pembelajaran yang mana para peserta diarahkan untuk mendalami suatu kasus yang spesifik agar dapat melakukan diagnosa guna menemukan cara penyelesaiannya. Metode ini seringkali didukung dengan kunjungan/observasi lapang

d. Metode eksursi, yaitu metode pembelajaran yang menekankan pada pentingnya pemahaman terhadap kondisi real di lapangan baik untuk keperluan orientasi, pengambilan data, maupun eksplorasi.

2. Pendekatan Non Tatap Muka

Instruktur/pengajar/nara sumber tidak bertemu dengan para peserta (kelompok sasaran). Materi pendidikan atau isu lingkungan yang diangkat umumnya disampaikan secara tertulis atau visual melalui tulisan populer, artikel, majalah, buku, iklan layanan masyarakat, lagu, film, dan sejenisnya yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat umum.

3. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran didasarkan pada perkembangan belajar berdasarkan Kelompok Umur.

a. Umur 7/8 – 11/12 tahun (sekolah dasar)

· Baru memulai menggunakan logika dalam memecahkan masalah sederhana, mengelompokkan dan mengklarifikasikan sesuatu.

· Mengerti bagaimana panjang, lebar, dan perbandingan ukuran lainnya, dan kemampuan untuk saling menghubungkan hal tersebut satu sama lain.

· Pada tahap ini anak-anak mulai untuk berpendapat dengan berdasarkan alasan, dapat mengerti sebuah perbuatan yang berlawanan atau sebuah prosedur (jika 2 + 3 = 5, maka 5 – 3 = 2) dan dapat mulai mengklarifikasikan obyek dan mengerti bahwa kelompok-kelompok obyek memiliki lebih dari satu sifat (seperti warna, berat dan ukuran).

· Berpikiran secara hitam dan putih dan percaya pada kenyataan untuk memecahkan masalah.

Metode yang disarankan:

Aktivitas dan permainan untuk mengajarkan konsep, eksplorasi dan penemuan, berbagi dan berempati, cerita, boneka, drama pendek dan lucu, dan bermain peran, strategi tanya-jawab, peralatan yang dapat dimanipulasi, pelibatan fisik dan alat indera, metafora.

b. Usia 11/12 – 14/15 tahun (sekolah menengah pertama)

  • Mulai berpikir secara abstrak dan mulai untuk membuat hipotesis serta menggunakan alasan deduktif.
  • Cara berpikir orang dewasa sudah mulai terlihat, peserta dapat menganalisis peristiwa dan mengerti kemungkinan, hubungan, kombinasi, alasan yang proporsional, dan ketrampilan berpikir yang lebih tinggi lagi.
  • Mulai dapat berspekulasi pada alternatif yang sudah diketahui, yang memungkinkan sebagian besar anak-anak melewati tahap analisis hitam dan putih dan berpikir tentang perilaku kompleks.
  • Banyak anak menjadi idealis dan membayangkan apa yang bisa terjadi dengan bergantung pada kenyataan dan keadaan yang tetap.
  • Pada tahap ini anak-anak juga dapat memutuskan secara aktif untuk diri mereka sendiri apa yang benar dan apa yang salah.

Metode yang disarankan:

Bermain peran, simulasi, studi kasus, kuisioner, menulis kreatif, debat, dll.

c. 14/15 tahun – ke atas (sekolah menengah atas sampai dewasa)

Dapat mendesain eksperimen, membuat hipotesis dengan melibatkan variabel yang berbeda dan kegiatan lain yang menunjukkan tingkat berpikir tinggi, seperti berpikir kreatif dan kritis, termasuk pemecahan masalah, analisis, dan menulis persuasif.

E. Teknik-Teknik Dasar Presentasi dalam Pendidikan Lingkungan Hidup

Perlu diingat bahwa sebuah presentasi tidak hanya membawa misi untuk:

Ø Memberi informasi

Ø Memberi ilustrasi

Ø Memutuskan suatu materi

Ø Mendiskusikan suatu materi

Tetapi lebih penting lagi bahwa presentasi membawa misi untuk dapat:

  • Membangkitkan antusiasisme audiens (peserta)
  • Melakukan persuasi (bujukan)
  • Membuat audiens mampu mengajukan pertanyaan
  • Memotivasi

Oleh karena itu dalam sebuah penyajian presentasi kita patut mempertimbangkan hal-hal penting seperti :

q Pentingnya menciptakan suasana yang tepat dan membawakan sikap yang tepat pada saat menyajikan dan sifat presentasi

q Karakter audiens, juga berbagai cara untuk secara tepat menyesuaikan gaya untuk menyajikan presentasi

q Perlunya melakukan persiapan sebelum menyajikan presentasi

q Berbagai teknik untuk menyusun presentasi yang efektif melalui pemahaman yang tuntas mengenai berbagai metode penyampaian data statistik dan diagram serta alat-alat bantu audio – visual yang paling tepat untuk menyampaikan informasi dalam presentasi

q Suatu pendekatan profesional terhadap penggunaan alat-alat bantu audio – visual selama menyajikan presentasi

q Pentingnya penggunaan bahasa serta berbagai teknik public speaking (berbicara di depan umum) secara terkendali dan tersencana, juga pentingnya ungkapan yang jelas dan ringkas.

F. Menyusun Modul Pendidikan Lingkungan Hidup

Dalam melaksanakan aktivitas pendidikan lingkungan hidup, disarankan untuk melakukan tahapan perencanaan dan persiapan, yang meliputi: pendalaman materi, penyusunan modul, dan persiapan kegiatan.

Hal-hal yang dilakukan dalam perencanaan kegiatan pendidikan lingkungan hidup adalah:

1. Tentukan kompetensi dan sub kompetensi beserta indikatornya
2. Tentukan tema
3. Pilih obyek
4. Susun alur kegiatan
5. Persiapkan alat bantu
6. Pelaksanaan kegiatan
7. Evaluasi kegiatan

Penyusunan modul PLH Non Formal dilakukan setelah ditemukan tema yang akan dijadikan sebagai sentral topik pendidikan lingkungan hidup. Adapun struktur dari modul PLH sekurangnya meliputi:

1. Tema Kegiatan

Tema kegiatan merupakan aspek utama dari kegiatan yang akan dilakukan. Misalnya saja tema ”Panas Dingin” untuk menggambarkan kondisi di kawasan hutan dan di kawasan tak berhutan.

2. Kompetensi dan Sub Kompetensi

Kompetensi adalah kemampuan/hal-hal yang ingin dicapai/diwujudkan dari pelaksanaan kegiatan, sedangkan sub kompetensi adalah pencapaian secara spesifik/khusus. Misalnya: Kompetensi: Mengetahui fungsi hutan. Sub Kompetensi: mengetahui fungsi hutan sebagai pelindung

3. Alat dan Bahan

Alat dan bahan adalah rincian peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan dalam melakukan kegiatan PLH. Sangat disarankan untuk melakukan pendataan serinci mungkin agar tak ada yang terlupakan saat pelaksanaan kegiatan.

4. Obyek

Obyek merupakan hal yang ingin diamati (bila ada)

5. Waktu

Waktu menunjukkan lamanya kegiatan akan dilakukan. Dalam penulisan waktu, juga dapat dilakukan bersama dengan penulisan setiap setiap tahapan alur yang akan dilaksanaan. Semakin detail akan sangat membantu bagi fasilitator PLH.

6. Metoda

Metoda merupakan penggambaran umum terhadap metoda yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Misalnya diskusi, permainan, dll.

7. Alur kegiatan

Alur kegiatan merupakan rincian tahapan kegiatan secara terstruktur.

8. Evaluasi

Evaluasi menegaskan cara melakukan penilaian terhadap indikator keberhasilan kegiatan. Disini dituliskan tentang apa dan bagaimana evaluasi dilakukan.

9. Catatan

Catatan fasilitator merupakan bagian terakhir yang menjadi tambahan bila saja ada hal-hal penting yang belum masuk dalam bagian lain di modul. Catatan juga berfungsi sebagai pengingat bagi fasilitator PLH.

Posted in PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP |

http://agtamrin.staff.fkip.uns.ac.id/2008/09/17/pendidikan-lingkungan-hidup-sebagai-salah-satu-mata-pelajaran-di-sekolah/

Pendekatan Terpadu Pengelolaan Pencemaran Lingkungan

Penegakan hukum khususnya yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan merupakan faktor yang sangat

menentukan dalam pengelolaan pencemaran logam berat. Walaupun berbagai kebijakan telah diciptakan dalam rangka

mendapatkan lingkungan berkualitas, jika penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya sasaran yang dicapai

akan sia-sia

Selama ini dikenal dua versi definisi pencemaran, pertama adalah “mengubah menjadi kotor atau tidak murni baik

secara seremonial maupun secara moral”, sedangkan definisi kedua, adalah “secara fisik membuat jadi

tidak murni, busuk dan kotor” (Haslam, 1990). Namun berdasarkan hasil survey dari beberapa definisi

pencemaran, Hellawell (1986) menyimpulkan bahwa pencemaran adalah sebagai “sesuatu (zat atau benda) yang

berada dalam tempat yang salah, pada waktu yang salah, dan jumlah yang salah”. Pencemaran lingkungan

memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan manusia, karena itu selama dua abad terakhir ini telah terjadi momentum

peningkatan kerusakan lingkungan secara keseluruhan di permukaan bumi ini sebagai hasil dari kegiatan manusia. Hal

ini diperparah lagi oleh kondisi jumlah populasi manusia dari masa ke masa selalu bertambah dengan pesat, sedangkan

hasil teknologi pengolahan limbah tidak menentu sehingga terjadi korelasi positif antara kecepatan peningkatan populasi

manusia dengan kenaikan kuantitas limbah di bumi ini.

Pencemaran lingkungan terbagi berdasarkan; 1) intesitasnya, dengan mengabaikan besarnya efek pencemaran, 2)

persistensi, terutama bila pemurnian hanya dilakukan di bagian hilir saja, dan 3) keberlanjutan atau tidak sporadik dan

kronis.

Sumber-Sumber Pencemar

Pemisahan yang lebih sederhana atas jenis pencemaran lingkungan dapat dilakukan berdasarkan sumber pencemar itu

sendiri, yaitu: alami, domestik, dan industri. Apabila kita mengacu pada definisi yang menyatakan pencemaran sebagai

“suatu (zat atau benda) yang berada pada tempat, waktu dan jumlah yang salah”, maka istilah

pencemaran alami itu sebetulnya tidak ada. Namun demikian, seringkali kita menemukan suatu habitat yang tidak

nyaman atau tidak tepat bagi kelangsungan hidup berbagai organisme yang sama sekali bukan disebabkan oleh ulah

manusia. Dalam hal ini di mana alam tidak selamanya dapat berfungsi untuk menunjang suatu kehidupan, seperti

misalnya keberadaan gas radon secara almiah yang berasal dari pecahan uranium dalam lapisan bumi telah merembes

melalui tanah masuk ke dalam sumber mata air. Berkurangnya oksigen dalam air karena melimpahnya jatuhan daun

secara alamiah juga dapat menyebabkan terganggunya kehidupan organisme air.

Yang dimaksud dengan limbah domestik adalah limbah sebagai hasil buangan berasal dari rumah tangga yang secara

langsung dibuang ke lingkungan sekitarnya. Seiring dengan meningkatnya kemajuan teknologi telah memengaruhi jenis

limbah domestik menjadi lebih sulit untuk dihancurkan. Salah satu contoh adalah penggunaan sarana pembungkus yang

terbuat dari bahan plastik yang sukar terurai telah menggantikan posisi bahan alami (daun dan kulit batang tanaman)

yang jauh lebih mudah terurai secara alami.

Proses kimia, fisika, dan biologi selama ini telah memegang peranan penting dalam mekanisme penguraian limbah

domestik sepanjang kuantitas dan intensitas pembuangan limbah masih dalam batas yang normal. Namun sayangnya

peningkatan populasi manusia telah menyebabkan peningkatan kuantitas dan intensitas pembuangan limbah domestik

sehingga membuat proses penguraian limbah secara alami menjadi tidak seimbang. Bila hal ini terjadi secara terus

menerus, Soemarwoto (1991) memperkirakan akan terjadi: peningkatan kadar BOD, COD, N dan K di sungai-sungai;

banyak sumur dan sumber air penduduk lainnya mengandung bakteri koli yang menunjukkan telah terjadinya

pencemaran oleh tinja dan pada akhirnya dapat memacu pertumbuhan gulma air.

Limbah yang dihasilkan dari pencemaran industri pada umumnya bersifat limbah anorganik yang memiliki keragaman

yang luas dengan kemiripin yang kecil. Limbah industri dapat berbentuk gas, cair maupun padat sebagai hasil

sampingan dari kegiatan: pabrik, petanian, peternakan, kehutanan dan lain-lain. Seringkali limbah industri yang

bercampur dengan limbah domestik yang dibuang ke dalam suatu sistem perairan justru lebih meningkatkan dampak

kerusakan yang lebih total pada sumber daya perairan tersebut. Peningkatan pemakaian obat-obat pertanian (pestisida

dan pupuk) secara signifikan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pencemaran lingkungan.

Beberapa jenis limbah sebagai hasil kegiatan manusia yang mencemari bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS)

Tulang Bawang di Propinsi Lampung telah teridentifikasi oleh Rivai dkk. (1991a) dalam bentuk akumulasi limbah bahan

anorganik. Lebih lanjut Rivai (2000f) juga melaporkan bahwa pencemaran wilayah pesisir yang paling berat di Propinsi

Lampung terdapat di pantai Timur, dimana jenis limbah terdiri dari: cairan organik, limbah hasil pertanian, plastik dan

kaleng, pupuk, pestisida, limbah alami dan domestik. Toksikologi Lingkungan

Toksikologi lingkungan pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku zat kimia serta perkiraan dampak

yang ditimbulkan baik terhadap organisme hidup maupun lingkungannya. Termasuk di dalamnya menguraikan serta

memperkirakan perubahan lingkungan yang akan terjadi atas masuknya senyawa pencemar sebagai hasil kegiatan

manusia ke dalam lingkungan (Levin dkk. 1989). Dengan segala bentuk tekanan terhadap masalah-masalah lingkungan

maka ilmu toksikologi lingkungan diharapkan dapat melakukan pendekatan terhadap berbagai masalah lingkungan

secara lebih rinci dan tepat. Berdasarkan konsep serta metodologi dari toksikologi lingkungan, pengamatan suatu kasus

keracunan tidak dilakukan hanya sesaat saja, melainkan sedapat mungkin harus dipelajari sejak mulai dari awal,

Universitas Lampung

http://www.unila.ac.id Powered by Joomla! Generated: 15 December, 2008, 13:06

misalnya; dari masa kecil, pertumbuhan, dewasa dan tua.

Selain itu akan lebih sempurna apabila hasil penelitian toksikologi lingkungan melibatkan faktor-faktor sosial yang terkait

antara: periaku, pendidikan, ekonomi bahkan mungkin politik. Ruang lingkup ilmu toksikologi meliputi penelitian toksisitas

senyawa kimia yang digunakan untuk bidang: kedokteran, industri makanan, pertanian/peternakan, industri kimia,

pertambangan dan lain-lain.

Pada prinsipnya ilmu toksikologi merupakan perwujudan dugaan terjadinya suatu perubahan yang disebabkan oleh

masuknya senyawa racun ke dalam lingkungan. Seiring dengan proses alami, dalam ekosistem sendiri telah terjadi

perubahan secara konstan dimana hal ini dapat merupakan tantangan untuk membedakan dampak antropogenik

dengan dampak dari fluktuasi alamiah. Menurut Kelly dan Harwell (1989), dalam penelitian ilmu toksikologi lingkungan

terdapat langkah-langkah penting yang tidak dapat diabaikan untuk dipahami, antara lain;

1. Proses pergerakan dari senyawa pencemar dalam lingkungan, misalnya: bagaimana perilaku, kuantitas, konsentrasi

dan distribusi dari senyawa tersebut dalam ekosistem.

2. Frekwensi dan lamanya senyawa pencemar berada pada suatu ekosistem.

3. Spesifikasi sifat kimianya.

4. Kemampuan untuk bertahan dalam kondisi ekosistem yang baru ditempati.

5. Memiliki tanggapan balik antara efek biologi dengan proses lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya suatu

perubahan.

6. Interaksi dengan senyawa kimia antropogenik lain atau tekanan terhadap ekosistem.

7. Pembagian senyawa kimia ke dalam komponen ekositem.

8. Perpindahan atau pergerakan senyawa kimia kembali dalam bentuk aslinya

9. Hilangnya senyawa kimia dari ekosistem melalui pembagian secara bolak balik.

Tujuan utama dari upaya pengelolaan lingkungan pada intinya adalah untuk memperoleh kepastian lingkungan yang

“sehat” bagi kehidupan manusia. Toksikologi lingkungan dapat digunakan untuk memantau terjadinya

kontaminasi senyawa beracun dalam lingkungan dengan menggunakan manusia sebagai bio-indikator. Rivai (1995,

1999c, dan 2001a) melaporkan bahwa kuku dan rambut merupakan bioindikator yang terbaik dibandingkan dengan

organ tubuh yang lain untuk digunakan dalam pemantauan kontaminasi logam berat terhadap manusia.

Beberapa keuntungan yang diperoleh antara lain: 1) Mudah diperoleh karena tidak diperlukan tindakan operasi maupun

otopsi untuk mendapatkannya; 2) Dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum dianalisis tanpa mengalami

kerusakan atau perubahan struktur. 3) Mudah untuk dibawa, dikirim, dan dipindahkan karena penyimpannya tidak

memerlukan tempat yang khusus seperti misalnya lemari pendingin. dan 3) Relatif ringan dan lentur sehingga mudah

untuk menyesuaikan dengan penggunaan peralatan analisis di laboratorium. Pencemaran Logam Berat

Logam berat merupakan senyawa kimia yang sangat berpotensi menimbulkan masalah pencemaran lingkungan

terutama yang berkaitan erat terhadap dampak kesehatan manusia. Menurut Vouk (1986) terdapat sebanyak 80 jenis

dari sejumlah 109 unsur kimia yang telah teridentifikasi di muka bumi ini termasuk ke dalam jenis logam berat, Dengan

demikian sifat kimiawi logam berat dapat dikatakan mewakili sebagian besar golongan kimia anorganik. Logam berat

biasanya didefinisikan berdasarkan sifat-sifat fisiknya dalam keadaan padat dengan menggunakan metode teknologi

yang telah maju. Sifat-sifat fisik tersebut antara lain memiliki: 1) Daya pantul cahaya yang tinggi, 2) Daya hantar listrik

yang tinggi, 3) Daya hantar panas, dan 4) kekuatan dan ketahanan. Logam berat dalam keadaan padat juga dapat

dibedakan berdasarkan: struktur kristalnya, sifat pengikat kimianya, serta sifat-sifat magnitnya. Kelarutan logam berat

dalam air dan lemak merupakan suatu proses toksikologi yang amat penting, karena proses ini adalah salah satu faktor

utama yang mempengaruhi adanya proses biologi dan penyerapan logam berat itu sendiri.

Metode analisis untuk penentuan konsentrasi logam berat yang hingga kini paling populer digunakan adalah

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Adapun prinsip kerja SSA ini pada dasarnya adalah suatu proses pengatoman

dari tingkat dasar ke tingkat tinggi, dimana dalam proses pengatoman ini setiap logam berat memiliki penyinaran dengan

panjang gelombang yang spesifik. Kneip dan Friberg (1986) berpendapat bahwa dalam penentuan kandungan logam

berat, ada tiga hal utama yang harus diperhatikan yaitu; ketepatan, ketelitian dan batas deteksi. Jenis pelarut kimia yang

digunakan dalam analisis logam dapat memengaruhi hasil analisis tersebut. Rivai (2000a), melaporkan bahwa ekstraksi

sampel dengan menggunakan pelarut HNO3 menghasilkan konsentrasi logam berat hampir 10 kali lebih tinggi daripada

pelarut HCl.

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat terbagi ke dalam dua jenis yaitu: pertama logam berat esensial

dimana keberadaanya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, seperti antara lain, seng

(Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), mangaan (Mn) dan lain-lain. Kedua logam berat tidak esensial atau beracun,

dimana keberadaan dalam tubuh organisme hidup hingga saat ini masih belum diketahui manfaatnya bahkan justru

dapat bersifat racun, seperti misalnya; merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr) dan lain-lain.

Logam berat esensial biasanya tebentuk sebagai bagian integral dari sekurang-kurangnya dengan satu jenis enzim.

Walupun logam berat esensial dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat

menimbulkan efek racun. Penelitian tentang asupan tembaga (Cu) sebagai logam berat esensial yang telah dilakukan di

Desa Pasir Parahu, Cianjur, Jawa Barat menunjukkan bahwa batas yang direkomendasikan telah tercapai, namun tidak

Universitas Lampung

http://www.unila.ac.id Powered by Joomla! Generated: 15 December, 2008, 13:06

melampaui batas maksimum yang diperbolehkan (Rivai dkk. 1988).

Selama ini dalam pengelolaan lingkungan hidup pandangan kita bersifat antroposentris, yaitu melihat permasalahannya

hanya dari sudut kepentingan manusia saja. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya karena ia mempengaruhi

dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan harus bersifat holistik, yaitu

memandang keseluruhannya sebagai suatu kesatuan (Soemarwoto, 1983) . Peranan manusia dalam masalah

lingkungan lebih diperjelas lagi oleh Nissihira dkk. (1997) yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan masalah

lingkungan adalah setiap kerusakan lingkungan yang terjadi sebagai akibat dari hasil kegiatan manusia,

Akhir-akhir ini topik utama yang selalu hangat untuk didiskusikan adalah mengenai isu perubahan lingkungan global

seperti misalnya: penipisan lapisan ozon, penumpukan unsur CO2 di atmosfir, hujan asam, perubahan iklim global,

pencemaran lingkungan dan proses penggundulan hutan dan lain-lain. Pencemaran logam berat turut memberikan

kontribusi yang nyata terhadap isu perubahan lingkungan global khususnya dalam hal masuknya senyawa beracun ke

dalam lingkungan sebagai akibat kegiatan industri, pertanian, perternakan, kehutanan dan lain-lain. Selama ini dengan

pertimbangan bahwa masalah yang terjadi dalam isu lingkungan global semata-mata mekanismenya hanya dapat jelas

terungkap melalui ilmu pengetahuan alam saja, maka manusia melakukan pendekatan secara ekslusif tehadap isu

perubahan lingkungan global hanya melalui ilmu pengetahuan alam. Berbagai Aspek Dimensi ManusiaMenurut Suzuki

(1999) hingga saat kita belum mendapatkan jalan keluar yang efektif untuk memecahkan masalah perubahan lingkungan

global, karena dalam banyak kasus ternyata manusia merupakan penyebab utama dari terjadinya masalah-masalah

lingkungan di berbagai belahan bumi ini. Dalam pengelolaan manusia hendaknya sudah tercakup di dalamnya beberapa

dimensi, seperti : pendidikan, pendidikan lingkungan, pengetahuan, persepsi, kepedulian dan perilaku dari manusia itu

sendiri terhadap masalah-masalah lingkungan (Nishihira dkk. 1997).

Adanya keragaman dimensi manusia merupakan langkah penting yang telah membawa kita kepada kondisi dan bentuk

perubahan lingkungan global yang berbeda berdasarkan setiap dimensinya. Untuk mendapatkan jalan keluar yang baik

dalam memecahkan masalah-masalah lingkungan, maka sudah saatnya baik di negara yang sudah maju maupun

negara sedang berkembang mulai mengembangkan berbagai penelitian mengenai dimensi manusia terhadap

perubahan lingkungan global (Torigoe, 1997).

Peran Ilmu Pengetahuan Sosial Lingkungan selama ini secara terus menerus telah dimanfaatkan manusia untuk

memenuhi segala kebutuhan hidupnya, termasuk juga di dalamnya untuk memperluas habitat dan meningkatkan

kualitas hidup manusia. Pada dasarnya dalam menghadapi masalah-masalah lingkungan, yang perlu dikelola bukanlah

hanya aspek lingkungan itu semata-mata, melainkan justru aspek manusialah yang harus lebih dititikberatkan dalam

pengelolaannya. Oleh karena itu sudah saatnya bagi kita untuk selalu melibatkan ilmu pengetahuan sosial dalam upaya

pengelolaan lingkungan. Cakupan ilmu pengetahuan sosial disini sudah termasuk di dalamnya ilmu: hukum, politik,

ekonomi, antropologi, pendidikan dan lain-lain.

Betapapun baik dan sempurnanya suatu konsep pengelolaan lingkungan yang dirancang oleh para ahli tetapi bila tidak

melibatkan pengelolaan manusia itu sendiri sebagai pengguna dan pelaksana maka sudah dapat dipastikan hasilnya

akan menjadi sia-sia.

Sejak beberapa puluh tahun yang lalu hubungan antara lingkungan dan konflik sosial politik telah menjadi isu khusus

yang menarik untuk dipelajari lebih dalam. Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa dampak dari konflik telah

menciptakan penurunan kualitas lingkungan yang parah. Beberapa kasus jatuhnya bom pada kegiatan perang

merupakan bukti terkini yang memperlihatkan bagaimana air dan tanah pada lokasi sasaran dapat menjadi tercemar.

Kasus yang sangat menyolok terjadi pada waktu Perang Teluk dimana penghancuran lingkungan telah digunakan

sebagai alasan demi kesejahteraan manusia (Ornas dan Strom, 1999).

Begitu pula sebaliknya, kelangkaan suatu sumberdaya dapat menimbulkan terjadinya peperangan, dimana kerusakan

lingkungan yang terjadi akan lebih sulit lagi untuk diperbaiki. Dilema ini dapat dikarenakan berkurangnya pasokan suatu

sumberdaya alam baik karena kerusakan lingkungan maupun peningkatan kebutuhan sumberdaya alam seiring dengan

meningkatnya populasi manusia. Meskipun demikian hingga saat ini kita masih belum dapat menandai kapan suatu

lingkungan dikatakan aman dari kelangkaan suatu sumberdaya hingga penjelasannya baru dapat diketahui manakala

terjadinya konflik yaitu dalam bentuk serangan.

Pendekatan Terpadu

Pencemaran logam berat merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya isu perubahan lingkungan global terutama

dalam hal pencemaran lingkungan oleh senyawa logam berat beracun. Melalui ilmu pengetahuan alam berbagai upaya

untuk meminimalkan dampak dapat dilakukan dimulai dari langkah-langkah mengidentifikasi, mengencerkan, mengganti

sampai pada menghilangkan keberadaan senyawa tersebut baik di alam maupun dalam tubuh organisme hidup melalui

proses analisis kimia, fisika dan biologi. Namun demikian pendekatan masalah pencemaran logam berat melalui ilmu

pengetahuan alam saja ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah lingkungan hingga tuntas tanpa melibatkan ilmu

pengetahuan sosial.

Beberapa negara maju seperti Amerika, Inggris, Jepang, Kanada dan lain-lain dapat dijadikan contoh dalam kasus

Universitas Lampung

http://www.unila.ac.id Powered by Joomla! Generated: 15 December, 2008, 13:06

terjadinya pencemaran logam berat, namun secara bersamaan negara-negara tersebut juga dapat dijadikan contoh

dalam hal pendekatan terpadu terhadap masalah tersebut. Dalam hal pengelolaan lingkungan secara terus menerus

mereka telah meningkatkan keterampilan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seperti misalnya: teknik

sampling dan analisis senyawa racun, reklamasi tanah, dan pengolahan limbah cair/padat. Sejalan dengan tindakan

tersebut, dalam waktu bersamaan mereka juga meningkatkan ilmu pengetahuan bidang sosial dalam rangka

menumbuhkan persepsi, pengetahuan, kepedulian dan perilaku manusia yang tepat dalam hal menyikapi masalahmasalah

pencemaran logam berat. Beberapa contoh kongkrit di lapangan atas perilaku manusia di negara maju dalam

menyikapi pencemaran logam berat antara lain: 1) Tidak membuang secara langsung ke dalam lingkungan limbah padat

yang mengandung logam. 2) Limbah senyawa kimia yang berasal dari rumah sakit dan laboratorium penelitian tidak

dibuang langsung ke dalam saluran air, melainkan dikumpulkan serta dikirimkan kepada tempat tertentu yang telah

ditetapkan. 3) Menghindari penggunaan mainan dan peralatan bayi yang terbuat dari logam. 4) Tidak menggunakan

limbah barang-barang cetakan sebagai pembungkus makanan. 5) Menghindari pemakaian kosmetik yang mengandung

logam beracun, seperti misalnya logam merkuri yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar pemutih kulit. Contoh di

atas merupakan contoh sederhana berupa pengetahuan umum yang telah sangat disadari oleh masyarakat dari lapisan

tingkat bawah hingga atas. Sudah barang tentu pengetahuan tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja oleh masyarakat

melainkan melalui proses pendidikan, penegakan hukum, dan penyampaian informasi secara terus menerus.

Peran Pendidikan Lingkungan

Pendidikan lingkungan memiliki peran yang strategis dan penting dalam mempersiapkan manusia untuk memecahkan

masalah lingkungan sebagaimana telah diputuskan secara internasional pada Konferensi Bumi di Brazil dan tertuang

dalam Agenda 21 pada Bab 36. Hanya melalui pendidikan lingkungan orang dapat mengembangkan segi pemikiran

dalam mendukung langkah yang tepat untuk skala lokal dan global. Kepedulian bukan merupakan tujuan akhir dari

pendidikan lingkungan namun harus juga diikuti oleh langkah nyata.

Selain dari itu, pendidikan sendiri merupakan jalur positif untuk menuju perubahan pada periode modern. Manusia perlu

melanjutkan pendidikan, khususnya dalam bidang lingkungan karena terjadinya perkembangan yang sangat cepat

terhadap perubahan maupun pemahaman mengenai lingkungan. Beberapa hasil penelitian terdahulu (Kawashima 1999,

Suzuki dkk. 1999, Soerjani 1998 dan Sudarmadi dkk. 2001), melaporkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dari

suatu masyarakat maka semakin tinggi pula persepsi dan kepedulian masyarakat tersebut sehingga menimbulkan sikap

serta perilaku yang lebih baik dalam menghadapi masalah lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan lingkungan harus

disampaikan secara intensif dan komperhensif melalui semua jenjang pendidikan baik formal maupun nonformal.

Peranan Media Massa

Peningkatan ilmu pengetahuan manusia tentang lingkungan hidup bila tanpa disertai upaya penyebarluasan informasi

ilmu pengetahuan itu sendiri sudah barang tentu akan menjadi hambatan ke arah terciptanya lingkungan yang

berkualitas. Khususnya dalam hal pengelolaan pencemaran logam berat dimana setiap saat dapat saja terjadi suatu

perubahan atau pergeseran. Sementara itu pada saat yang sama teknologi informasi diharapkan dapat meratakan jalan

dalam hal penyebaran informasi yang lebih baik bagi masyarakat serta pemerintah yang lebih responsif. Media massa

disini sudah termasuk: media cetak, radio, televisi dan internet.

Media cetak khususnya surat kabar selama ini telah berperan penting dalam hal penyebaran informasi masalah

lingkungan. Hal tersebut telah dibuktikan dalam beberapa penelitian, salah satu diantaranya Fang (1997), melaporkan

bahwa 64 % dari penduduk kota Beijing dan Shanghai di China mendapatkan informasi mengenai masalah lingkungan

yang berasal dari surat kabar. Begitu pula Rivai (2001b), menunjukan bahwa surat kabar bagi penduduk kota

Bandarlampung merupakan media yang paling efektif sebagai sumber informasi masalah pencemaran logam berat

dibandingkan dengan radio dan televisi. Hal ini mungkin dikarenakan surat kabar merupakan media yang relatif murah

serta mudah diperoleh sehingga cenderung memiliki tingkat efektifitas penyebaran informasi yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan media lainnya seperti misalnya radio, televisi dan internet.

Penegakan hukum lingkungan

Penegakan hukum khususnya yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan merupakan faktor yang sangat

menentukan dalam pengelolaan pencemaran logam berat. Walaupun berbagai kebijaksanaan telah diciptakankan dalam

rangka untuk mendapatkan lingkungan yang berkualitas, namun bila penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana

mestinya maka sasaran yang akan dicapai akan menjadi sia-sia.

Menurut Hiraoka (1997), ada beberapa hal yang memengaruhi keberhasilan pelaksanaan pendekatan terpadu

pengelolaan pencemaran logam berat: 1) Peningkatan keahlian profesional di bidangnya secara terus menerus seiring

dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara global. 2) Pengembangan kebijaksanaan lingkungan yang mudah

dipahami oleh manusia sehingga dapat dilaksanakan secara efektif. 3) Berfungsinya peneggakan hukum dalam

melaksanakan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. 4) Tersedianya penyampaian teknik informasi yang tepat.

Universitas Lampung

http:/

http://www.unila.ac.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=107

Indonesian Community

HomeNotesBlogPhotosVideoMusicCalendarReviewsMarketRecipesLinks


Blog Entry

PENCEMARAN LINGKUNGAN: POLEMIK PENGETAHUAN

Jun 14, '08 7:02 PM
by ▲mie®e for everyone

Empirisme logis yang berpendapat bahwa hanya ada satu sumber pengalaman yaitu berupa pengalaman mengenal data-data inderawi yang dikembangkan oleh Lingkaran Wina pada awal abad ke- 20. Lingkaran Wina juga meyakini adanya dalil-dalil logika dan matematika yang tidak dihasilkan lewat pengalaman. Sehingga dapat ditarik garis batas antara pernyataan bermakna dengan pernyataan tidak bermakna. Namun dalam perkembangan ilmu pengetahuan empiris hal tersebut diatas ditentang oleh Karl Raimund Popper yang berpendapat bahwa pemikiran dibatasi oleh garis demarkasi ungkapan ilmiah dan ungkapan tidak ilmiah. Pokok garis batas terletak pada ada tidaknya dasar empiris bagi ungkapan bersangkutan.

Pembahasan dalam tulisan ini menitikberatkan pada suatu masalah untuk mencari nilai nilai kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang dimulai dari munculnya pemikiran rasionalisme yang disertai dengan argumentasi, diikuti zaman Renaissance yang berarti kelahiran kembali, revolusi ilmu pengetahuan, ideologi, teknologi dan abad informasi yang selalu dibarengi dengan munculnya problematik tentang obyektivitas dalam ilmu pengetahuan. Pembahasan tentang problematik obyektivitas tersebut dibatasi pada masa perkembangan empiris logis yaitu permasalahan yang muncul antara pemikiran Lingkaran Wina dengan pemikiran Karl Raimund Popper.

A. Pendahuluan

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh, lain hanya binatang bahwasanya binatang juga mempunyai pengetahuan tetapi pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas. Sebagai contoh seekor kera tahu mana buah jambu yang enak dan mana yang tidak enak.

Berbeda dengan manusia, dalam diri manusia memiliki cipta, karsa dan pikiran. Dalam diri manusia mempunyai komponen-komponen. Dari komponen itu manusia dapat mengembangkan pengetahuannya dalam mengatasi kelangsungan kebutuhan hidup, sebagai contoh manusia memikirkan hal-hal baru, artinya kita hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu.

Dengan kemampuan dari dasar pengetahuan yang dimiliki itu yang mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat khas dimuka bumi ini. Manusia itu mampu mengembangkan dari dua faktor.

Pertama, faktor bahasa. Dengan bahasa yang dimiliki manusia mampu mengkomunikasikan informasi hal yang baru dan jalan pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut.

Kedua, pengetahuan dapat berkembang dengan cepat dan mantap, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir. Berpikir menurut suatu kerangka pikiran tertentu yang disebut penalaran. Penalaran itu berkembang pada otak manusia sangat luar biasa, tergantung pada manusia itu sendiri, bagaimana memainkannya. Konsep nalar bisa membuat manusia menjadi semakin cerdas dan pandai menemukan kebenaran sebagai contoh bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini, maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih tepat dan lebih mudah, disamping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan komunikasi.

Namun kenyataannya apakah ilmu pengetahuan selalu merupakan berkah, terbebas dari kutub yang membawa malapetaka dan kesengsaraan? Sebab sejak tahap pertama pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang, bagaimana menggunakan alat yang canggih untuk memerangi sesama manusia dan menguasai mereka sampai kepada penciptaan bermacam macam senjata pembunuh.

Dengan melihat perkembangan ilmu pengetahuan tersebut diatas sering melupakan faktor manusia, dimana kenyataan pada abad modern ini, manusialah yang pada akhirnya harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia, melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri.

B. Rumusan Masalah

Sejak berkembangnya pemikiran yang benar dan yang baik sebagai nilai-nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang, maka berkembanglah filsafat ilmu pengetahuan yang dipelopori oleh Aristoteles. Pemikir demikian dianggap sebagai tokoh realisme dimana semua pengetahuan berasal dari pengalaman empiris.

Perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesatnya terutama sejak zaman Reinaissance yang berati kelahiran kembali (yang mengangkat martabat manusia) yang diikuti oleh revolusi ilmu pengetahuan, revolusi industri, ideologi, teknologi, dan informasi.

Dalam tulisan ini rumusan masalah dibatasi untuk problematik tentang obyektifitas dalam ilmu pengetahuan dalam abad ke 20, hal ini mengingat sangat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan.

Pandangan yang akan diuraikan meliputi masalah masalah yang muncul tentang pemikiran pemikiran empirisme logis yang membatasi garis demarkasi antara pernyataan yang bermakna dengan pernyataan yang tidak bermakna berdasarkan kemungkinan untuk diverifikasi dengan pemikiran yang dibatasi garis demarkasi antara ungkapan ilmiah dengan ungkapan tidak ilmiah.

C. Kerangka Teori

Socrates ( 470-399 ) mengembangkan pemikiran membela yang benar dan baik sebagai nilai nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang.

Menurut C. Verhaak (1997) : Filsafat dapat dirumuskan secara sangat umum sebagai upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan pengembaraaan manusia didunianya menuju akhirat secara mendasar. Filsafat dapat diberi batasan sebagai upaya dimana obyek materialnya, yakni manusia didunia yang mengembara menuju akhirat, dipelajari menurut sebab musabab pertama. Begitulah pengertian filasafat sebagai keseluruhan, yang tidak sulit bagi kita untuk membedakan bagian yang satu dengan bagian yang lainnya namun begitu tak berarti bahwa perbedaan tersebut merupakan suatu pemisahan.

Jika filsafat ditempatkan pada konteks orang beriman, maka kata akhirat tidak sulit digantikan dengan kata Tuhan. Dengan cara yang sama, tampilah cabang cabang filsafat lainnya, yaitu filsafat manusia dan filsafat alam. Ketiga filsafat tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya karena manusia, alam dan ketuhanan disoroti menurut sebab musabab terakhir yang selalu meliputi ketiga cabang tersebut.

Menurut Jujun S. Suriasumantri (1998) : Karakter berpikir filsafat yang Pertama adalah: sifat menyeluruh artinya seorang ilmuwan tidak puas hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri, tetapi pada hakekatnya dia melihat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Sebagai contoh dia ingin mengetahui bagaimana kaitan ilmu dengan moral dan kaitan ilmu dengan agama. Dan dia ingin juga meyakini apakah ilmu itu sendiri dapat memberikan kebahagian terhadap dirinya sendiri.

Filsafat yang Kedua: sifat mendasar artinya dia tidak lagi percaya bahwa ilmu itu benar? lalu benar itu sendiri itu apa ?

Artinya dalam pengetahuan secara menyeluruh bahwa kita tidak yakin terhadap titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang mendasar. Dalam hal ini kita hanya berspekulasi dan inilah ciri filsafat yang Ketiga, yakni sifatnya spekulatif . Dengan demikian pengetahuan yang sekarang dimulai dengan spekulasi, sehingga dapat membuahkan pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan ilmu pengetahuan. Tanpa menetapkan kriteria tentang apa yang disebut benar, maka tidak mungkin pengetahuan lain berkembang diatas kebenaran. Tanpa menetapkan apa yang disebut baik atau buruk, maka kita tidak mungkin berbicara tentang moral.

Ilmu pengetahuan dicirikan sebagai usaha mengumpulkan hasil pengetahuan secara teratur dan sistematis, berkat adanya refleksi. Pengungkapan hasil tersebut terjadi dalam macam macam model, yang dapat digolongkan menjadi dua model dasar, yaitu model oposteriori dan model apriori. Model apriori sudah dirintis oleh Plato, sedangkan Aristoteles mengutarakan suatu model ilmu dimana sebagai hasil pemeriksaan oposteriori diperoleh dari suatu pengetahuan melalui sebab musabab, yang paham apriorinya menjadi ciri khas ilmu.

Ilmu pengetahuan mempunyai kekhususan dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya, kita bertitik pangkal pada gejala kesadaran akan pengetahuan itu sendiri secara tersirat. Apabila unsur tersirat tersebut diucapkan menjadi tersurat, maka terjadilah apa yang disebut refleksi. Berkat refleksi, pengetahuan yang semula langsung dan spontan memang kehilangan kelangsungan dan kespontanitasannya, tetapi serentak pengetahuan itu mulai cocok untuk diatur scara sistimatis sedemikian rupa sehingga isinya dapat dipertanggung jawabkan. Itulah kiranya yang terjadi dalam pembentukan ilmu pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang ada, yang dikumpulkan lalu diatur dan disusun.

D. Problematik Obyektifitas dan Pencemaran Lingkungan

Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral, namun dalam perspektifnya yang berbeda. Teori yang diajukan Copernicus (1473- 1543) tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang berputar mengelilingi matahari, dan bukan sebaliknya seperti yang diajarkan dalam ajaran agama, sehingga timbul interaksi antara ilmu dan moral yang bersumber pada agama yang berkonotasi metafisik. Ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan dipihak lain terdapat keinginan ilmu berdasarkan kepada pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam ajaran ajaran diluar bidang keilmuan diantaranya agama. Maka munculah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik, ini yang berakumulasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Galileo oleh pengadilan agama tersebut dipaksa untuk mencabut pernyataanya bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.

Konflik ini bukan terjadi dalam ilmu-ilmu alam, tetapi juga ilmu ilmu sosial, dimana berbagai ideologi mencoba untuk mempengaruhi metafisik keilmuan.

Masalah teknologi yang mengakibatkan proses dehumanisasi antara lain dalam hasil kemajuan teknologi berupa Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar batu bara. Apabila ditinjau dari hasil pembangunan tersebut sepintas kita dapat merasakan manfaat yang besar bagi kebutuhan hidup manusia di zaman modern ini berupa tersedianya energi listrik untuk memenuhi kebutuhan primer masyarakat kota maupun masyarakat pedesaan. Ketersediaan energi tersebut dapat langsung setiap orang merasakan kemudahan untuk melaksanakan kehidupan sehari hari antara lain untuk :

Lampu penerangan, radio, televisi, sistem penyegaran udara, alat memasak dan lain lain. Dengan tersedianya lampu penerangan akan mempengaruhi pola hidup masyarakat serta budaya, dimana memungkinkan manusia untuk menggali ilmu pengetahuan dalam perspektif yang lebih luas. Dengan tersdianya energi listrik dapat mendorong terlaksananya abad informasi, dimana lewat radio dan televisi kita dapat merasakan dan menikmati kejadian kejadian ditempat lain yang relatif jauh dengan jarak ribuan bahkan puluhan ribu kilometer dalam waktu yang hampir bersamaan, hanya dengan selisih waktu dalam ukuran detik. Sudah barang tentu informasi tersebut diatas akan sangat mempengaruhi budaya manusia diseluruh dunia, dimana hal tersebut adalah sesuatu yang mustahil bisa dinikmati 100 tahun yang lalu.

Dengan ketersedian energi listrik, telah mamacu sektor industri yang sebenarnya telah dimulai revolusi pada abad ke-18. Perkembangan sektor industri tersebut telah sangat mempengaruhi pola pikir dan perilaku manusia itu sendiri, perkembangan industri ini ternyata telah memberikan manfaat yang sebesar besarnya bagi kemakmuran dan kemudahan manusia. Dengan bergesernya nilai nilai perilaku masyarakat industri ini, maka telah mengubah perilaku dari masyarakat tradisonal ke masyarakat modern. Manusia mampu mengaktualisasikan jati dirinya secara optimal dengan bekerja lebih efektif dan efisien karena ditunjang oleh sarana dan prasarana modern. Pelaku bisnis dapat bernegosiasi dan membuat transaksi dengan jarak ribuan kilometer dalam waktu yang sangat singkat, karena para pelaku bisnis tidak perlu pergi kesatu benua atau benua lainnya untuk melaksanakan transaksi tersebut. Hal ini dimungkinkan karena telah majunya teknologi informasi yaitu berupa teleconference, E- mail, telephone, facsimili dan lain lain. Perkembangan teknologi informasi, baik piranti lunaknya maupun piranti kerasnya sangat membantu untuk kemakmuran manusia itu sendiri, inilah yang disebut dampak positifnya.

Namun problematik yang muncul dari perkembangan teknologi energi dan teknologi informasi tersebut antara lain: tergusurnya penduduk yang sudah menempati tempat kehidupannya sejak beberapa keturunan, leluhur yang selama ini dianggap sehingga akan menggeser norma norma tradisional yang sudah kental dimilikinya, budaya tradisional akan bergeser ke kehidupan modern yang secara keseluruhannya belum tentu memberikan manfaat yang sebesar besarnya bagi penduduk yang tergusur tersebut.

Revolusi ilmu pengetahuan dan revolusi industri meningkatkan kesejahteraan manusia namun juga mengakibatkan sebagian manusia meninggalkan kebudayaan tradisonal menuju kehidupan modern ynag secara keseluruhan belum tentu menguntungkan. Sehingga dengan revolusi industri mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan , sebagai contoh dengan menipisnya lapisan ozon yang diakibatkan dari produksi hasil proses pembakaran. Menipisnya lapisan ozon tersebut berdampak kepada pengaruh cuaca global, dengan kenaikan temperatur atmosfir rata rata karena ozon berfungsi sebagai pelindung dari radiasi sinar matahari. Dari hasil gas buang suatu PLTU tersebut diatas juga menghasilkan gas asam sulfat sehingga mengakibatkan hujan asam dan sebagai dampak negatif lainnya terjadi pencemaran lingkungan dalam bentuk abu hasil pembakaran yang menyebar sampai dengan jarak puluhan kilometer.

Obyektifitas dalam ilmu pengetahuan yang merupakan suatu masalah untuk mencari nilai nilai kebenaran dalam ilmu pengetahuan akan berkembang terus dengan segala problematiknya seiring dengan berjalannya waktu. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan akan selalu mempunyai dampak positif maupun negatif bagi kehidupan manusia di bumi ini.

E. Kesimpulan

Problematik tentang ilmu pengetahuan akan selalu muncul ke permukaan seiring dengan berjalannya waktu. Perkembangan ilmu pengetahuan demikian maju pesatnya terutama pada abad ke- 20 yang merupakan abad teknologi yang dilanjutkan dengan abad informasi telah membawa kemakmuran dan kemudahan bagi kehidupan manusia.

Dampak positif dengan contoh pembangunan Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) dengan bahan bakar batu bara tersebut diatas adalah memberi kemudahan bagi kehidupan manusia perkotaan maupun yang tinggal di pedesaan. Hal tersebut telah dapat merubah budaya suatu bangsa manuju masyarakat global. Salah satu dampak positif yang dapat dirasakan antara lain semakin cerdasnya masyarakat yang disertai dengan kenaikan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan, Namun demikian tidak dapat luput dari dampak negatifnya. Dampak negatif yang dirasakan antara lain berupa menurunya nilai nilai tradisional yang telah terbukti memiliki moral yang tinggi dan ketenangan masyarakat. Persoalan mendatang pada abad ke- 21 dan milenium ke- 3 dimana yang dominan adalah unsur informasi, seiring dengan segala kemajuan tersebut akan muncul problematik atau permasalahan permasalahan tentang obyektifitas dalam perkembangan ilmu pengetahuan akan terus berkembang seiring dengan perjalanan manusia di muka bumi ini.

Daftar Kepustakaan

Bertens,K, DR., 1990, Ringkasan Sejarah Filsafat, Jakarta, Penerbit: Kanesius, Cetakan Kedelapan.

Peursen, CA Van, 1989, Susunan Ilmu Pengetahuan, sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, diterjemahkan oleh J. Drost, Jakarta, PT. Gramedia, Cetakan Kedua.

Suryasumantri, Jujun S, 1998, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.

Verhaak, C. 1997, Filsafat Ilmu Pengetahuan Telaah Atas Kerja Ilmu Ilmu, Jakarta, PT. Gramedia, Cetakan Keempat.

Kotoran Manusia Menjadi Energi?

Kotoran manusia diolah menjadi energi? Bukan guyonan, sebab memang sudah terjadi sungguhan. Penelitian untuk mengubah kotoran manusia menjadi sumber energi sudah dicanangkan sejak tahun 2000 oleh para peneliti di Thailand[1].

Mereka membangun sebuah reaktor khusus yang mengubah hasil sekresi manusia menjadi bahan bakar berkualitas tinggi. Walaupun proses tersebut masih tergolong sangat mahal, mereka optimis biofuel ini akan mudah diperoleh di masa depan seperti penggunaan bahan bakar minyak saat ini.

Di tahun 2008 ini, optimisme mereka mulai menjadi kenyataan. San Antonio, sebuah kota di Amerika Serikat, untuk pertama kalinya mencanangkan proyek dalam skala kota untuk memanen gas methane dari kotoran manusia dan mengubahnya menjadi bahan bakar yang aman bagi lingkungan.

San Antonio memproduksi sekitar 140.000 ton per tahun substansi yang dikenal lebih halus dengan nama “biosolid”, yang dapat diproses menjadi gas alam, kata Steve Clouse, chief operating officer dari sistem pengairan kota San Antonio. Rencananya, kerjasama dengan Ameresco Inc ini akan mengubah biosolid di San Antonio menjadi sekitar 1,5 juta kaki kubik (sekitar 42.475,2699 meter kubik) setiap harinya. Gas methane, sebagai residual dari kotoran manusia dan sampah organik lainnya, adalah komponen terpenting dari gas alam yang digunakan untuk bahan bakar tungku, pembangkit listrik, dan generator berbasis pembakaran lainnya.

Skala Besar

“Perusahaan-perusahaan swasta akan bergabung dalam fasilitas ini, membuat sistem penjernihan gas, menghilangkan kandungan air, menghilangkan kandungan karbon dioksida, dan kemudian menjual gas tersebut di pasar terbuka”, kata Clouse. Beberapa komunitas telah mencanangkan program yang sama dalam skala kecil, namun San Antonio adalah program pengkonversian gas metan pertama dalam skala besar sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik.

Bersamaan dengan kerjasama ini, 90 persen dari material yang diperoleh dari rumah tangga di San Antonio akan di daur ulang. Kandungan airnya akan digunakan sebagai irigasi, kandungan solidnya digunakan sebagai pupuk kompos, dan sekarang kandungan gasnya digunakan untuk bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Semua kandungan dari sampah organik kini mulai dapat digunakan secara komersil dan diperoleh secara ekonomis.

Didik Wicaksono
Netsains.com
Diterjemahkan secara bebas dari reuters.com
[1] http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/768672.stm, Fuel from human waste

http://biokatalis.com/index.php?option=com_content&task=view&id=14&Itemid=3

Monday, November 26, 2007 385 days ago

Kerusakan Lingkungan Hidup dan Hutang Luar Negeri: Keterkaitannya dan Alternatif Penyelesaiannya 11:00 AM

Oleh: Mumu Muhajirhttp://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=582342614800765909&postID=660517969940385932 - _ftn1

Tsunami dan gempa bumi yang menimpa Aceh dan kawasan lain di Asia Selatan dan Tenggara pada akhir tahun 2004 telah mengakibatkan kerusakan alam yang parah dan hilangnya ratusan ribu nyawa manusia. Kejadian itu telah melahirkan suatu solidaritas internasional yang belum pernah terlihat sebelumnya. Bantuan datang tanpa diminta: orang, barang maupun uang. Sebagai negara yang paling parah terkena dampak bencana alam itu, Indonesia mendapatkan simpati yang dalam dari komunitas internasional. Dengan kemampuan finansial yang terbatas serta baru saja mau keluar dari krisis ekonomi yang telah dirasakan sejak tahun 1997, Indonesia tampaknya akan kesulitan mengatasi dampak kerusakan itu. Komunitas internasional pun datang membantu; salah satunya dengan menawarkan moratorium hutang luar negeri Indonesia. Sayangnya adalah tawaran itu ditanggapi terlalu dingin dan hati-hati oleh pemerintah Indonesia. Walaupun kemudian Indonesia mendapatkan moratorium hutang, tetapi jumlah yang didapatkannya sangat sedikit.

Banyak pihak yang menyesalkan kegagalan pemerintah Indonesia dalam mendapatkan jumlah moratorium hutang yang signifikan mengingat bahwa pembayaran hutang luar negeri Indonesia per tahunnya telah sangat memberatkan bangsa ini untuk mencapai standar kehidupan yang lebih baik. Bisa dilihat dari komponen APBN kita, di mana pembayaran hutang melebihi anggaran pembangunan Indonesia. Dengan keadaan itu tentu sangat mengherankan pihak-pihak yang sangat concern dalam masalah hutang Indonesia. Data yang dirilis oleh Bank Dunia tentang beban hutang Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Bank Dunia memasukkan Indonesia dalam kategori SILICs (Severely Indebtness low-Income countries) bersama-sama dengan sebagian besar negara-negara sub-sahara Afrika. Namun nampaknya pemerintah Indonesia memilih jalan yang sangat lunak dalam penyelesaian beban hutangnya.

Indonesia setidaknya mempunyai 5 cara dalam pengelolaan dan penyelesaian beban hutangnya (pembayaran pokok dan bunga hutang sesuai dengan jatuh temponya, rescheduling melalui Paris Club, reprofiling, penerbitan obligasi untuk refinancing, pembelian kembali obligasi dan pembayaran obligasi) yang kesemuanya memperlihatkan kebijakan yang ”biasa saja” dalam melihat beban berat hutang yang dimiliki oleh Indonesia. Tentu saja banyak alasan dan data yang bisa dikemukakan untuk menegaskan pilihan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia itu; salah satunya adalah kekhawatiran bahwa jika Indonesia, dengan alasan adanya bencana alam tsunami itu, meminta moratorium dari kreditur luar negeri, akan menyulitkan Indonesia dalam mendapatkan kepercayaan investor luar negeri, karena menunjukkan bahwa Indonesia miskin dan tidak prospektif dalam penanaman modal. Kenyataannya adalah dengan tetap konsisten dalam melakukan pembayaran hutang luar negerinya, kepercayaan investor internasional terhadap Indonesia tetap saja minim. Pada sisi yang lain, dengan beban hutang yang besar itu, bangsa ini terpaksa harus mengetatkan anggaran pembangunannya dengan mengurangi banyak anggaran yang sebenarnya sangat penting dan dibutuhkan oleh kebanyakan rakyat Indonesia. Pengurangan subsidi bahan bakar dan pendidikan serta anggaran penting lainnya, seperti lingkungan hidup, bisa dilihat sebagai salah satu contoh kebijakan menyakitkan yang diambil oleh bangsa ini. Memilih untuk mendahulukan kepentingan kreditur (yang sebenarnya sudah sangat kaya dan sudah lama menikmati net transfer dari pembayaran bunga dan cicilan hutang) daripada kepentingan rakyat Indonesia yang kebanyakan miskin adalah sebuah pengkhianatan terhadap cita-cita proklamasi 1945.

Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menangani masalah beban hutangnya adalah kebijakan yang tidak akan menyelesaikan masalah hutang secara menyeluruh. Kebijakan itu bisa dikatakan di-copy paste-kan dari kebijakan yang ditempuh oleh kreditur negara dan badan multilateral seperti IMF pada pertengahan tahun 1980-an sebagai usaha untuk mengatasi masalah krisis hutang negara sedang berkembang yang mulai berlangsung pada tahun 1982.

Kebijakan yang kemudian terbukti gagal karena kebijakan itu hanya ingin melindungi kepentingan pemberi pinjaman dan tidak mengacuhkan kepentingan penerima pinjaman; tidak memperhatikan keadaan perekonomian lokal dan kawasan serta bersifat sementara atau hanya menunda masalah. Kebijakan seperti itu didasari oleh keyakinan bahwa masalah beban hutang yang dipunyai oleh negara sedang berkembang adalah masalah kekurangan likuiditas atau masalah tidak adanya uang di dalam kantong negara sedang berkembang itu. Kalau memang dasarnya demikian, maka moratorium, rescheduling, reprofiling atau refinancing adalah jalan yang cukup baik; dengan cara seperti itu ada dana yang masuk ke negara debitur agar dia bisa membayar kewajiban cicilan hutangnya. Beberapa negara sedang berkembang, terutama debitur besar seperti Brazil, Argentina dan Mexico, memang bisa terlepas dari kehancuran financial negaranya setelah mengikuti syarat-syarat yang ditentukan oleh kreditur.

Tetapi yang perlu diwaspadai adalah beban hutang itu ternyata tidak pernah terselesaikan secara tuntas. Begitu ada kejadian ekonomi internasional yang besar (naiknya harga minyak, turunnya harga komoditas ekspor, devaluasi nilai mata uang local) atau kebijakan ekonomi dari negara-negara maju (kebijakan protektif, subsidi (domestik atau eksport), pengenaaan tariff atau non-tariff pada produk-produk andalan negara-negara sedang berkembang), negara-negara berkembang kembali menghadapi masalah yang sama: kesulitan keuangan karena ada krisis hutang. Bisalah kemudian dikatakan bahwa kebijakan yang ditempuh negara-negara berkembang (yang dijalankan atas tekanan dari, terutama, IMF) hanya melestarikan ketergantungan negara sedang berkembang terhadap negara sedang maju. Hal itu terlihat dari keadaan ekonomi negara-negara berkembang yang pernah mengalami krisis hutang pada tahun 1980-an, tidak mengalami perbaikan (nilai GDP yang terus turun selama ikut dalam program IMF dan nilai per kapita penduduk yang juga turun). Bolehlah juga saya mengutip pernyataan Kofi Annan, jauh setelah krisis hutang 1982 berlangsung (dan dianggap selesai), yakni tahun 2004 kemarin, pada saat pembukaan pertemuan menteri-menteri dari kelompok G77, yang menyebutkan bahwa kondisi negara sedang berkembang jauh menurun dibandingkan pada tahun 1960-an; jumlah penduduk yang miskin di dunia tidak berkurang jumlahnya, sebaliknya jumlah penduduk miskin jauh lebih banyak dan kondisinya jauh lebih menyakitkan daripada tahun 1960-an. Faktor penyebabnya adalah hubungan perdagangan yang tidak adil antara negara-negara kaya dengan negara-negara miskin serta jeratan beban hutang.

Sudah sejak tahun 1980-an pula, banyak pihak yang menyadari bahwa penyebab krisis hutang tidaklah sesederhana karena kekurangan likuiditas. Masalahnya jauh lebih kompleks: ada masalah insolvency atau masalah ketidakmampuan fundamental membayar cicilan hutangnya. Masalah insolvency ini tidak hanya disebabkan oleh faktor dalam negeri negara sedang berkembang saja seperti korupsi atau pengelolaan hutang yang tidak bijaksana, tetapi juga oleh kebijakan perekonomian negara-negara maju. Sehingga penyelesaiannya tidak bisa lagi dengan hanya melakukan penundaan pembayaran atau pemberian dana baru, karena akan tetap membebani negara sedang berkembang. Banyak negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, yang sangat rajin membayar cicilan hutangnya, tetapi tetap saja stock hutang yang mereka punyai tidak bertambah kecil, sebaliknya adalah semakin besar.

Penyelesaian hutang tidak bisa lagi dengan hanya membebankan pada negara debitur untuk lebih mengencangkan ikat pinggangnya; tetapi perlu juga adanya pembagian beban yang adil antar negara berkembang dan negara maju (lihat, misalnya, Konferensi Monterrey 2001 atau Deklarasi Johannesburg 2002). Pengurangan hutang ditambah dengan pemberian dana/pinjaman baru dan bantuan (aid) yang diperbesar jumlahnya adalah beberapa alternatif yang bisa dilakukan dan pernah dilakukan dengan hasil yang lumayan baik sebagaimana pernah terjadi di Cile (tentu saja faktor kebijakan ekonomi internasional yang lebih adil tidak bisa dikesampingkan; dengan cara seperti itu keberlanjutan keadaan ekonomi yang membaik itu bisa dipertahankan).

Lalu adakah hubungan antara beban hutang dengan kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di negara sedang berkembang? Bisakah kedua hal itu dihubungkan dan karenanya dicarikan penyelesaiannya?

Mencari keterkaitan antara makin beratnya hutang luar negeri dengan makin parahnya kerusakan lingkungan hidup di negara-negara berkembang sebenarnya sangat komplek. Namun, demi untuk tulisan ini keterkaitan itu akan lebih mudah dijelaskan dengan melihat kebijakan masing-masing negara berkembang dalam kebijakan pembangunannya serta tata gerak perekonomian dunia.

Hutang yang didapatkan oleh negara sedang berkembang dibayar lewat ekspor, sebagaimana dianjurkan oleh IMF dan Bank Dunia. Barang-barang yang diekspor dari negara-negara berkembang umumnya bahan-bahan mentah seperti kayu, produk pertanian dan perkebunan, barang mineral alam dan lain sebagainya; juga mengikuti saran dari badan keuangan internasional (IMF, Bank Dunia) serta penasehat ekonomi internasional untuk memperkuat dan menyandarkan diri pada keuntungan komparatif yang dimiliki masing-masing negaranya.1 Melihat betapa pentingnya ekspor bagi perekonomian mereka, membuat mereka beramai-ramai menganut kebijakan ekonomi yang berorientasi ekspor.

Mereka mengekspor bahan-bahan mentah, terutama ke negara-negara maju; dari negara-negara maju mereka mengimpor barang-barang manufaktur, baik untuk keperluan konsumsi maupun produksi, yang dipergunakan untuk meningkatkan standar hidup warganya, yang karena telah melewati proses penambahan nilai, harganya lebih mahal daripada bahan mentah yang mereka ekspor. Angka defisit dalam neraca pembayaran mereka makin besar. Untuk menutupinya, mereka menggali sumber dana dari luar negeri berupa hutang atau makin meningkatkan usaha mereka dalam mengolah sumber daya alam yang dimilikinya.

Eksploitasi sumber daya alam demi kemajuan ekonomi di negara-negara berkembang itu berlangsung dengan pesat dan tidak memperhatikan keberlanjutan dari sumber daya alam itu sendiri; yang dikejar adalah pertumbuhan ekonomi; mereka hanya memperhatikan kepentingan jangka pendek. Kerusakan lingkungan hidup, karenanya, telah berlangsung jauh sebelum krisis hutang terjadi di negara negara berkembang.

Negara-negara berkembang mempunyai alasan sendiri untuk membenarkan apa yang dilakukannya dengan mengatakan bahwa pertambahan penduduk yang cepat di negara masing-masing, meningkatkan kekhawatiran akan tidak cukupnya sumber daya alam yang ada untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Pertanian tradisional jelas tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah. Penyelesaiannya, salah satunya, adalah dengan cara melakukan pembangunan pertanian, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian, demi untuk memenuhi ketersediaan pangan.

Selain faktor pertambahan jumlah penduduk, faktor kemiskinan yang masih banyak melanda di negara-negara berkembang, memaksa mereka melakukan pembangunan ekonomi yang dipercepat untuk menguranginya. Saya mencontohkannya demikian, krisis minyak yang terjadi pada awal tahun 1980-an menyebabkan minyak tanah semakin mahal, yang tidak bisa dibeli oleh mereka yang miskin. Untuk keperluan memasak, orang-orang miskin itu menggunakan kayu yang ada disekitarnya. Sementara petani miskin, setelah tanah suburnya dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang makin mahal karena angka inflasi yang tinggi, membuka lahan di lahan-lahan kritis seperti lereng bukit, untuk menanam tanaman bukan pohon keras sehingga mengundang erosi tanah. Kemiskinan pulalah yang menyebabkan negara-negara berkembang tidak bisa mengembangkan atau membeli teknologi yang ramah lingkungan yang sebagian sudah diterapkan di negara-negara maju.

Krisis hutang yang berpuncak pada pertengahan tahun 1982, bagi sebagian pakar dipandang malah mendatangkan kebaikan bagi lingkungan hidup. Beban hutang yang besar di negara-negara berkembang itu (berarti tidak adanya likuiditas = ketersediaan dana), membuat banyak negara maju dan badan keuangan internasional menghentikan bantuan dan pinjamannya ke negara-negara berkembang, karena ketakutan tidak bisa dibayar; sehingga banyak proyek pembangunan yang akan atau sedang dilakukan terpaksa dihentikan karena tidak adanya modal. Penghentian proyek-proyek itu dapat mengurangi tekanan yang berlebihan terhadap lingkungan hidup. Harga barang-barang yang tinggi membuat permintaan menurun dan itu punya pengaruh pada turunnya persediaan barang (produksi barang dikurangi), contohnya pada BBM (Bahan Bakar Minyak); dari sisi ini pun tekanan pada lingkungan bisa berkurang.2

Tapi pendapat di atas ditentang oleh sebagian pakar yang malah meyakini sebaliknya.3 Beban hutang yang makin besar di negara-negara berkembang justru menaikkan tekanan pada lingkungan, karena, pertama, pasti dibutuhkan dana yang besar untuk membayar hutang tersebut dan pemanfaatan sumber daya alam milik sendiri itu menjadi pilihan yang paling mudah dan murah. Tidak ada cara lain selain melakukan terus eksploitasinya pada sumber daya alam yang ada.

Kedua, adanya tekanan dari luar negeri, terutama dari IMF, untuk melakukan penghematan anggaran.4 Anggaran yang bisa dihemat atau dikurangi adalah anggaran yang menurut negara berkembang (berdasarkan arahan IMF) tersebut bukan prioritas utama atau dipandang tidak efisien; salah satunya adalah anggaran untuk kepentingan lingkungan hidup. Hal ini bisa dimaklumi karena institusi lingkungan hidup di negara-negara berkembang baru berkembang di akhir tahun 1970-an, sehingga masih muda dan belum mempunyai kekuatan politik yang kuat dibandingkan dengan institusi bidang lainnya yang telah lama ada. Selain itu, negara-negara berkembang selalu berpendapat bahwa isu perlindungan lingkungan hidup belum sewajarnya ditetapkan sekarang dimana kondisi ekonominya belum baik dan mapan seperti di negara-negara maju. Isu perlindungan lingkungan hidup bukanlah prioritas utama negara-negara berkembang. Pembangunan ekonomi adalah prioritas utama hampir semua negara berkembang untuk mengurangi tingkat kemiskinan warga negaranya. Naikkan dulu tingkat pertumbuhan ekonomi, baru setelah itu pikirkan lingkungan hidup adalah aksioma yang diterapkan oleh negara-negara berkembang yang sebenarnya juga mengikuti pola yang selama ini dijalankan oleh negara-negara maju.

Penghematan anggaran itu tidak lain tujuan utamanya adalah agar negara-negara yang terlilit hutang tetap bisa membayar kembali hutang-hutangnya, walaupun itu harus mengorbankan kepentingan warga negaranya dan lingkungan hidupnya.5

Ketiga, adalah fakta bahwa sebelumnya pun, dana yang didapatkan dari pinjaman luar negeri itu sebagian besar dipergunakan untuk membiayai kegiatan perekonomian yang tidak memperhatikan kepentingan lingkungan hidup. Pinjaman tersebut digunakan, contohnya untuk pembangunan waduk raksasa atau infrastruktur lainnya.

Kerusakan lingkungan hidup terbukti telah banyak memiskinkan banyak negara berkembang sehingga ketergantungan mereka pada penyaluran hutang dari negara-negara maju tetap besar. Sejak krisis hutang pada dekade 1980-an sampai awal millenium ini, hutang negara-negara berkembang, bukannya berkurang; sebaliknya hutang luar negeri mereka tambah membesar. Makin berat pula beban negara-negara berkembang dalam menanggulangi kerusakan lingkungan hidup sekaligus mengurangi angka kemiskinan di masing-masing negaranya.

Singkatnya, keterkaitan beban hutang dengan kerusakan lingkungan hidup bisa dijelaskan dengan kenyataan bahwa negara-negara berkembang meminjam modal dari luar untuk membiayai kegiatan perekonomian yang merusak lingkungan hidup serta di sisi yang lain pinjaman itu dibayar dengan mengeksploitasi sumber daya alamnya.6

Beban hutang luar negeri pada awalnya menjadi pemicu banyak negara berkembang mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alamnya, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Perkembangannya kemudian adalah kerusakan lingkungan hidup itu malah membuat banyak negara berkembang telah dan punya potensi besar untuk jatuh miskin. Rusaknya sumber daya alam yang dimilikinya membuat mereka tidak punya lagi hal lain untuk dikembangkan sebagai penopang pembangunan negerinya. Hal itu menyebabkan merosotnya kemampuan mereka dalam membayar hutang luar negerinya. Ketidakmampuan mereka dalam membayar hutang luar negeri itu malah menjauhkan mereka dari “radar” investor internasional (siapa yang mau meminjamkan modal pada sebuah negara yang tidak mempunyai kemampuan untuk membayarnya), yang pada gilirannya kembali memurukkan mereka ke jurang kemiskinan.7

Secara global, kerusakan lingkungan telah demikian parah dan mengkhawatirkan banyak pihak. Masalah kerusakan lingkungan adalah masalah yang tidak bisa diselesaikan per sektoral atau per negara. Dampak dari kerusakan lingkungan akan menimpa siapa saja, tanpa kecuali. Tidak ada satu negara pun yang bisa menghindar dari akibat buruk perubahan iklim, karena makin intensifnya penggurunan dan deforestasi; atau adanya masalah makin naiknya emisi gas karbon yang bertanggung jawab pada bolongnya ozon, yang berakibat pada makin panasnya suhu bumi.

Keadaan di atas diperparah dengan makin berkurangnya dana untuk mendukung konservasi alam. Hal ini diakibatkan karena adanya kebijakan pengetatan pengeluaran pemerintah serta adanya pemindahan alokasi dana dari satu sektor ke sektor lain yang dipandang lebih penting, sebagaimana terjadi di Indonesia, salah satunya, karena beban hutang yang terlalu berat untuk ditanggung. Bagi negara-negara berkembang persoalan perusakan lingkungan hidup tidak bisa dilepaskan dari masalah kemiskinan. Makin miskin sebuah negara berkembang, maka potensi negara itu untuk melakukan perusakan lingkungan hidup makin besar dan sebaliknya.

Ada hubungan yang erat antara kemiskinan, kerusakan lingkungan hidup, beban hutang dan kebutuhan akan investasi luar negeri. Kekomplekan masalah itulah yang menyebabkan penyelesaian pada beban hutang luar negeri dan kerusakan lingkungan hidup tidak bisa lagi dihadapi secara sektoral lagi.

Telah banyak konvensi internasional atau perjanjian internasional yang ditujukan untuk menyelesaikan dua permasalahan itu (misalnya adalah Deklarasi Rio, konsensus Monterrey dan deklarasi Johannesburg) atau juga berbagai prinsip-prinsip internasional seperti prinsip Common but Differentiated responsibilities (Tanggung Jawab sama, kewajiban Berbeda) yang mendasari Protokol Kyoto. Kesemuanya menyarankan tentang harus adanya solidaritas internasional dalam menyelesaikan permasalahan itu serta harus ada pembagian beban yang wajar dalam penyelesaian beban hutang dan kerusakan lingkungan hidup.8 Mereka juga merujuk pada berbagai solusi alternatif yang pernah ada dalam usaha untuk menyelesaikan kedua masalah tersebut.

Debt-for-Nature Swaps atau DNS adalah salah satu solusi alternatif itu, yang sayangnya belum banyak digali potensinya. DNS merupakan turunan dari mekanisme debt swap. Dalam pandangan saya, DNS ini adalah jalan yang cukup moderat dalam menyelesaikan masalah beban hutang dan kerusakan lingkungan hidup. Negara debitur tetap membayar hutangnya, walapun tidak secara langsung ke negara kreditur, tetapi untuk membiayai proyek-proyek lingkungan hidup di dalam negerinya, yang sebenarnya menunjukkan kemampuannya dalam membayar cicilan hutangnya; di sisi yang lain kreditur bisa terlepas dari “rasa bersalahnya” karena telah melakukan pengurangan hutang yang dimiliki oleh negara berkembang serta menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengurangi kerusakan lingkungan hidup dan beban hutang negara sedang berkembang. Selain, jika dilihat dari sisi ekonomi, jauh menguntungkan mendapatkan dana segar sekarang, walaupun jumlahnya telah jauh turun daripada menunggu pembayaran yang tidak jelas kapan akan dilakukan.

Secara definisi, Debt-for-Nature Swaps ini adalah “pembatalan/pengalihan hutang luar negeri dengan cara menukarkannya dengan suatu komitmen dari negara debitur untuk memobilisasi sumber daya keuangan domestik untuk kepentingan lingkungan”.9

Dengan kata lain bahwa hutang luar negeri yang dimiliki oleh suatu negara, baik hutang pemerintah maupun hutang swasta, dapat dibatalkan dengan harga yang lebih rendah dari nilai awalnya, yang kemudian ditukarkan menjadi dana untuk membiayai kegiatan konservasi lingkungan hidup di negara debitur.

Sementara yang dimaksud dengan “…memobilisasi sumber daya keuangan domestik…” adalah negara debitur pada dasarnya “membayar” hutang luar negerinya itu, tapi tidak kepada krediturnya, namun dialihkan untuk suatu program-program atau proyek-proyek pelestarian lingkungan hidup di dalam negerinya sendiri dan yang paling penting adalah program-program atau proyek-proyek itu didanai dengan mata uang lokal negara debitur, bukan dengan mata uang asing sehingga bisa dikurangi terjadinya arus outflow modal, menahan mata uang lokal dan tingkat inflasi di negar debitur tersebut.

Mekanisme dalam DNS awalnya sangat rumit karena melibatkan banyak pihak, dengan proses yang kadang berbelit-belit. Namun dengan masuknya negara kreditur sebagai pihak yang terlibat dalam DNS, membuat mekanisme DNS lebih sederhana. Bahkan dalam DNS yang melibatkan negara ini, hutang yang dialihkan tidak hanya berasal dari pembelian atau dengan mengalihkan saja, tetapi juga bisa dilakukan dengan negara kreditur secara langsung mendonasikan hutangnya menjadi dana yang kemudian diberikan kepada suatu organisasi lingkungan hidup lokal atau dengan cara langsung menghapuskan sejunlah tertentu hutang demi untuk mendukung pengelolaan lingkungan hidup di suatu negara debitur.

Indonesia pun akhir-akhir mulai mempertimbangkan solusi DNS serta mekanisme Debt swaps sebagai salah satu cara dalam pengelolaan hutang luar negerinya dan bahkan sudah dilakukan. Dalam kesepakatan Paris Club ke 2 yang terjadi pada April 2000, klausul pengalihan hutang itu sudah dibicarakan dan negara Jerman telah menyetujui melakukan pengalihan hutang untuk pendidikan (Debt-for-Education Swaps) sebesar 50 juta mark. Pada kesepakatan Paris Club ke 3 yang dilaksanakan pada April 2002, negara Jerman juga menyetujui skema pengalihan hutang sebesar 23 juta Euro serta dengan negara Inggris sebesar 100 juta Poundsterling (walapun masih dalam bentuk MoU). Sayangnya adalah untuk perjanjian pengalihan hutang yang disetujui pada Paris Club ke 3 itu, belum dibicarakan untuk program apa debt swap itu dilakukan.10 Masih belum jelasnya program apa yang akan dilaksanakan dengan hasil pengalihan hutang sebagaimana disetujui dalam Paris Club ke-3 di atas, sebenarnya bisa dijadikan tantangan bagi institusi pemerintah atau swasta yang bergerak dalam masalah lingkungan hidup untuk mengajukan skema DNS ke pemerintah Indonesia.

Berbagai kalangan meragukan efektifitas DNS ini bahkan ada yang menolak sama sekali dengan alasan hanya akan menjadi legitimasi terhadap hutang najis (hutang yang tidak perlu dibayarkan karena digunakan untuk keperluan pribadi penguasa korup atau digunakan untuk kegiatan yang melanggar HAM, membiayai persenjataan, dll) yang dimiliki oleh negara debitur. Tapi dari berbagai negara yang pernah melakukan DNS terlihat bahwa DNS ini mempunyai peranan yang penting dalam membiayai berbagai kerja-kerja untuk lingkungan hidup, walaupun memang tidak efektif dalam menyelesaikan masalah hutang. Setidaknya ada dana lingkungan yang besar yang bisa dimanfaatkan untuk mengelola atau mengembangkan sebuah kawasan untuk kepentingan pariwisata, misalnya. Negara Belize di Amerika Latin atau filipina di Asia bisa menjadi contoh yang baik dalam pelaksanaan DNS. Selain itu, dengan cara seperti itu bisa mengurangi keluarnya modal (yang seharusnya dipergunakan untuk membayar hutang) ke luar negeri dan modal itu tetap berada di dalam negeri dan berguna bagi kepentingan negara debitur sendiri dan dalam beberapa kasus, DNS dilakukan sebagai cara untuk mendapatkan pengurangan hutang yang lebih besar lagi atau sebagai pemicu masuknya investasi dari luar negeri.

Maksud saya adalah lebih baik melakukan satu langkah dan nyata daripada berharap melakukan 10 langkah tapi membuat kita jauh ketinggalan dan menderita. Pengurangan hutang, bahkan pembatalan hutang adalah langkah ideal yang perlu terus dikampanyekan dan diusahakan, termasuk dengan melatih negosiator hutang luar negeri yang mumpuni dan tidak gampang lembek ketika berhadapan dengan kreditur negara atau badan multilateral, tetapi langkah-langkah kecil yang mengandung unsur pengurangan hutang, apalagi hal itu mempunyai dampak besar dalam menanggulangi kerusakan lingkungan hidup, dalam pandangan saya, jangan ditinggalkan.

Di tengah makin sulitnya pemerintah Indonesia menyediakan dana bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup, salah satunya karena sepertiga anggaran negara pertahunnya dihabiskan untuk membayar cicilan pokok dan bunga hutang, maka pencarian alternatif pendanaan sangatlah penting. Salah satunya adalah dengan mempertimbangkan dilakukannya skema DNS ini.


http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=582342614800765909&postID=660517969940385932 - _ftnref1

1 Raymond Frech Mikesell, Economic Development and The Environment: a Comparison of Sustainable Development With Conventional Development Economics, Mansell Publishing Ltd, 1992, hal 52-53. Dia berpendapat bahwa justru karena mengandalkan bahan-bahan mentah, exsport- oriented dan tidak melakukan orientasi ekonomi substitusi import, kondisi negara-negara berkembang yang terbebani hutang tidak bertambah baik.

2 lihat Patricia Adams, Odious Debts (Utang Najis): Obral Utang, Korupsi dan Kerusakan Lingkungan Di Dunia, Jakarta: INFID/Bina Rena Pariwara, 2002, hal 47-56. Saya kira kebijakan kenaikan harga BBM, yang dilakukan oleh tidak hanya pemerintah Indonesia saja, tapi juga pemerintahan negara berkembang lainnya, sejalur dengan beberapa kalangan environmentalis yang menyakini untuk mengurangi polusi adalah dengan cara menaikkan harga bahan baker (energi).

3 Lihat misalnya Arthur L. Dahl, The Eco Principle: Ecology and Economics in symbiosis, London, Zed Books, 1996, hal 84-86. Dalam definisi yang diperluas, tekanan ekonomi menyebabkan banyak negara mengambil kebijakan yang tidak pro-lingungan hidup. Ini tidak hanya terjadi di negara berkembang saja, tetapi juga di negara maju. Ketika krisis hutang 1982 terjadi dan negara maju sedang mengalami resesi, negara USA dan beberapa negara Eropa mengeluarkan kebijakan yang menurunkan tingkat emisi karbon yang diijinkan pada industri otomotifnya atau sekarang misalnya, ketika harga minyak naik, untuk mengurangi ketergantungannya pada pasokan minyak dari Timur Tengah, Presiden Bush memberi ijin untuk mengeksplorasi minyak di kawasan hutan konsevasi.

4 IMF mempunyai program SAP (Structural Adjustment Program/ Program Penyesuaian Struktural) pada tahun 1980-an untuk menyelesaikan masalah hutang di negara-negara berkembang. Negara-negara debitur bersedia melakukan program tersebut karena hal itu adalah syarat yang ditetapkan oleh para kreditur jika negara debitur ingin bunga hutang yang tidak dibayarkan dimasukkan dalam stok hutang yang ada atau agar mendapatkan pinjaman baru. Lihat Morris Miller, Debt and The Environment:Converging Crisis, New York, United Nations Publishing, 1991, hal 108-109.

5 Contoh dampak beban hutang terhadap penghematan anggaran di bidang pendidikan dan kesehatan, lihat buku Tim Peneliti IDEA, Nestapa Pembangunan Sosial: Studi Atas Dampak Beban Utang Terhadap Pembangunan Pendidikan Dan Kesehatan, Yogyakarta: Yayasan Litera Indonesia, 2000.

6 Raymond L. Bryant and Sinead Bailey, Third World Political Ecology, London: Routledge, 1997, hal 60-61

7 Tentang hal ini ada banyak contoh di Indonesia. Pada dekade 1980 dan 1990-an, pertambakan udang pernah menjadi primadona ekspor Indonesia. Lahan pertambakan itu, sebagian besar dulunya adalah hutan mangrove; yang secara ekologis sangat penting bagi pesisir pantai. Lama kelamaan karena pengelolaan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan menyebabkan hasil tambak menurun. Sekarang pun, walaupun lahan pertambakan semakin luas, tetapi hasilnya terus menurun, karena, salah satunya ada degradasi fungsi lingkungan hidup di sekitar tambak.

8 Pemerintah Indonesia adalah negara yang sangat taat asas dalam hal pembayaran hutang luar negerinya, walaupun itu harus mengorbankan rakyatnya. Pemerintah Indonesia beralasan bahwa itu sudah dijanjikan dan perjanjian adalah perjanjian, jadi harus ditepati. Alasan yang sama muncul di kalangan kreditur (komersial maupun publik). Dalam hal ini Indonesia sangat konsisten, tetapi tidak pada tempat yang tepat. Masalahnya adalah ada banyak kejadian seperti turunnya harga komoditas pertanian (yang harganya gampang diatur oleh negara-negara maju) atau barang tambang, naiknya suku bunga, turunnya nilai mata uang lokal atau kebijakan protektif di negara-negara maju, yang mempunyai efek yang besar pada beban hutang negara sedang berkembang, yang hanya bisa diselesaikan jika ada kemauan politik dari pihak negara kreditur.

9 Reed Merrill dan Elfian Effendi, Prospek Debt-For-Nature Swaps Di Indonesia, diambil dari laporan lokakarya tentang Kajian Kemungkinan Pemanfaatan Dana Debt-For-Nature Swaps untuk Pengurangan Beban Utang Negara, Jakarta, 17 Desember 1998.

10 Bert Hofman, Debt swaps for Indonesia: a Creditor’s view, bahan presentasi dalam seminar “Debt Swaps Sebagai Salah Satu Alternativ Untuk Mengurangi Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia”, Jakarta 30 Juli 2002.Kelanjutan dari persetujuan itu adalah sebagaimana diberitakan oleh Kompas, Diajukan debt swap senilai 23 juta Euro, Selasa, 31 Agustus 2004. Dalam berita itu disebutkan bahwa Indonesia telah berhasil melakukan skema pengalihan hutang dengan Jerman sebesar 50 juta mark (Paris Club ke 2) dan akan mengajukan skema serupa dengan Jerman dengan nilai sebesar 23 juta Euro, dengan program yang belum jelas (kesepakatan dalam Paris Club ke 3). Satu pertanyaan layak diajukan mengingat (sebagaimana dilakukan oleh Bert Hofman dalam makalah di atas) lamanya realisasi persetujuan yang disepakati serta masih tetap belum jelasnya program apa yang akan dilakukan dengan skema tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia baru akhir-akhir ini saja mempertimbangkan cara-cara lain dalam menangani masalah hutangnya.

http://mmuhajir.swurl.com/kerusakan_lingkungan_hidup_dan_hutang_luar_negeri_keterkaitannya_dan_alternatif_penyelesaiannya_3091384.html

Arti Penting Pendidikan Lingkungan

PDF

Print

E-mail

Written by http://www.lianaindonesia.wordpress.com/

Thursday, 28 September 2006

Sylvie Iriani (penggiat PLH Sumatera Selatan)

Disadari bahwa peranan manusia begitu besar dalam menentukan kondisi dan kualitas lingkungan. Apabila peran aktif manusia nyatanya tidak peduli terhadap kelestarian mutu dan fungsi lingkungan, maka akan rusaklah lingkungan hidup dan demikian sebaliknya. Bencana banjir dan longsor atau juga kerusakan dan kebakaran hutan yang tak-terkendali dari tahun ke tahun adalah contoh akibat dari peran manusia pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. Istilah peduli lingkungan disini mengisyaratkan kondisi mental individu manusia yang terbentuk dari pengalaman pahitnya atau dari suatu proses pendidikan yang dilaluinya.
Apabila di banyak wilayah seputar Indonesia termasuk Sumatera Selatan tercatat banyak bencana lingkungan khususnya insiden kebakaran hutan dari tahun ke tahun (Iam Kompas 2006), maka hal itu mengindikasikan adanya kondisi sosial yang masih memerlukan injeksi pendidikan lingkungan yang bersifat formal maupun pendidikan informal (kursus-kursus dan pelatihan) dan pendidikan non formal maupun pendidikan (penyuluhan dan kegiatan studi banding). Pendidikan lingkungan melalui jalur formal tentu erat kaitannya dengan aspek kurikulum yang secara khusus perlu dilengkapi dengan paket ‘kurikulum hijau’ dan perlu diajarkan sejak dari tingkat pendidikan terendah (Sekolah Dasar) hingga ke taraf perguruan tinggi.


Sjarkowi (2005) menyatakan bahwa untuk membangun kadar pemahaman yang seimbang tentang peran aktif manusia pembangunan di tengah lingkungan hidupnya, maka di seluruh penjuru nusantara memang perlu diselenggarakan program penghijauan kurikula (Greening The Curiculae) seperti digagas Collet, J & S dan Karakhasian (1996). Dengan pola dan bobot pendidikan yang berwawasan lingkungan itu maka kadar kesepahaman antar sesama manusia pembangunan dan bobot kerjasama pro-aktif, dan reaktif mereka terhadap bencana dan kerugian lingkungan pun akan dapat ditumbuhkan dengan cepat secara internal daerah atau bahkan kebangsaan maupun selingkup Internasional.
Di Indonesia upaya penghijauan kurikulum yang amat mendasar dan sangat penting itu sudah pernah didengungkan dan di awal tahun 1990-an khususnya ketika berlangsung Konferensi Nasional PSL ke 10 di Palembang pada tahun 1992. Salah satu butir himbauan yang tersimpul dalam konferensi itu menekankan arti penting penghijauan kurikulum baik secara substansial maupun secara parsial. Cara substansial menghendaki agar dalam setiap substansi mata-ajaran diberi wawasan dan bobot lingkungan. Cara parsial adalah bersifat penyisipan mata kuliah atau mata-ajaran ekologis pada setiap paket kurikulum yang diberikan kepada peserta didik. Cara substansial tentu makan biaya dan waktu lama, sedangkan cara parsial bisa lebih cepat dan murah, tapi bisa kehilangan konteks saling menguatkan terhadap mata-ajaran lainnya. Terutama bilamana cara parsial itu tidak disertai dengan banyak penataran lingkungan bagi para guru yang belum atau tidak paham bagaimana menghijaukan materi pelajaran (non Lingkungan) yang diajarkannya (Sjarkowi,2005).
Upaya penghijauan kurikulum yang kemudian patut disebut dengan program Pendidikan Lingkungan, adalah sebuah usaha untuk mengarahkan kembali tujuan pendidikan sehingga kompetensi dan pemahaman tentang pendidikan lingkungan dimunculkan kembali sebagai salah satu tujuan dasarnya di samping kompetensi personal dan kompetensi sosial. Materi pendidikan lingkungan seyogyanya tidak hanya sebagai satu pokok bahasan dalam pendidikan (cara parsial), melainkan penghijauan kurikulum itu akan lebih tepat dengan cara substansial yang mengedepankan pengembangan seluruh filosofi kurikulum sehingga dimensi lingkungan tercakup menjadi satu kesatuan. Cara demikian tentu lebih besar manfaatnya karena lingkungan membutuhkan perhatian dan pengertian yang sama besar dengan perhatian yang kita berikan untuk kesejahteraan personal social (Smyth, 1995) .
Hutan beserta dengan isinya sebagai himpunan aneka sumberdaya alami merupakan komponen penting dalam lingkungan hidup ( yang menurut Sjarkowi, 2004) terdiri dari lingkungan alami, lingkungan sosial, dan lingkungan binaan). Sumberdaya alami sebagai unsur lingkungan alami dan harus dijaga kelestarian mutu dan fungsinya, secara teoritis memiliki empat dimensi yaitu :
a) Dimensi mutu (Kualitas) dengan memperhatikan beberapa fungsi ciri atribut dan peran yang melekat pada sumberdaya tersebut, maka dapat dibedakan mana diantaran sejumlah sumberdaya sejenis yang lebih bermutu dan apa penyebab turun naiknya mutu tersebut.
b) Dimensi jumlah ( kuantitas) suatu sumberdaya selalu dapat dinyatakan jumlahnya menurut satuan ukur tertentu.
c) Dimensi waktu, mengacu kepada lambat atau cepatnya ketersediaan sumberdaya akan ludes atau dapat dipulihkan kembali. Dimensi ini tergantung kepada keadaan teknologi yang ada dan yang memberikan makna manfaat serta makna jumlah bagi suau sumberdaya yang dimanfaatkan.
d) Dimensi ruang merupakan penunjuk tempat kedudukan sumberdaya disebut sumberdaya in-situ, sehingga perlu disebarkan ke tempat dimana benda itu dirasakan lebih langka adanya ( sumberdaya eks-situ)

Suatu bencana lingkungan hidup seperti bencana kebakaran hutan tentu dapat merusak keempat dimensi sumberdaya alami itu. Sekali dimensi kelestarian sumberdaya itu mengalami kerusakan tentunya akan sulit dipulihkan, apalagi bila kebakaran hutan itu terjadi berulang-unlang. Maka dapat dimengerti betapa pentingnya merealisasikan program pendidikan lingkungan yang telah dikemukakan tadi, dan dengan demikian menjadi mudah pula untuk dimengerti jika dinyatakan bahwa tujuan pendidikan lingkungan itu secara umum adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesadaran dan perhatian terhadap keterkaitan di bidang ekonomi, sosial, politik terhadap ekologi, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
b. Memberi kesempatan bagi setiap orang untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap/perilaku, motivasi dan komitmen, yang diperlukan untuk bekerja secara individu dan kolektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan saat ini dan mencegah munculnya masalah baru.
c. Menciptakan satu kesatuan pola tingkah laku baru bagi individu, kelompok-kelompok dan masyarakat terhadap lingkungan hidup.

http://www.ychi.org/index.php?option=com_content&task=view&id=81&Itemid=36

Memahami Integrasi Lingkungan dan PembangunanOleh: Ahmad Rifqi Asrib
Mahasiswa S3 PSL Sekolah Pascasarjana IPB

Bumi sebagai biosfer berjalan dengan suatu sistem yang komplek dan harmonis, di mana di dalamnya terjadi proses interaksi antara atmosfer, hidrosfer, dan geosfer yang saling menguntungkan.
Manusia sebagai salah satu dari unsur biosfer harus dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan hubungan tersebut, salah satunya dengan tidak merusak lingkungan dan turut melestarikan lingkungan agar peran bumi sebagai penyangga kehidupan akan terus berkesinambungan.
Hubungan Lingkungan
Menilik dari sifat dan kepentingannya maka hubungan timbal balik antara manusia dan alam harus senantiasa harmonis. Manusia dalam hal ini harus memperhatikan mekanisme pengendalian alamiah lingkungan dalam bentuk memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan.
Maksudnya adalah agar perubahan yang terjadi di dalam lingkungan akibat kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh manusia tidak menyebabkan lingkungan menjadi tidak seimbang atau tidak stabil.
Dalam perspektif ekologi manusia, perubahan yang dimaksud adalah perubahan materi dan energi yang terkandung di dalam sistem alam oleh karena adanya proses pembangunan.

Hal ini sesungguhnya selaras dengan hakikat pembangunan itu sendiri sebagai upaya atau proses pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Di era peradaban modern, hubungan manusia dengan lingkungan yang dikaitkan dengan proses pembangunan diawali oleh periode mastery yaitu periode penguasaan alam oleh manusia untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang didominasi oleh kepentingan pertumbuhan ekonomi.
Pada periode ini, kesejahteraan manusia disuatu negara diukur hanya melalui pertumbuhan ekonomi yang dinilai dari besarnya peningkatan pendapatan per kapita (per tahun).
Jika kecenderungan dalam mengelola sumber daya alam dalam rangka pembangunan dan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk tetap seperti ini maka dalam waktu yang tidak terlalu lama kehidupan umat manusia akan mengalami bencana.
Kalau itu yang terjadi, krisis besar akan muncul di mana bumi sebagai sistem kehidupan tidak mampu lagi menopang pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan populasi.
Persoalan kerusakan lingkungan bukan bersumber dari keterbatasan sumber daya alam, namun lebih dikarenakan ketersediaannya yang tidak merata terutama jika dilihat dari penyebaran penduduk.
Bumi yang dihuni sekitar lima miliar penduduk, hanya satu miliar yang berada di negara maju. Mereka mengkonsumsi sumber daya dunia sekitar 75 persen (high consumption countries) dan bagian lainnya sekitar empat miliar penduduk dalam kondisi miskin hanya mengkonsumsi sumber daya alam 25 persen (less consumption countries).
Ketidakseimbangan dalam mengkonsumsi sumber daya alam tersebut menyebabkan rusaknya kelestarian sumber daya alam dan lingkungan yang akhirnya akan mengancam umat manusia di dunia secara keseluruhan.
Kerusakan yang terjadi tidak hanya terbatas pada fisik, tetapi juga mengarah pada lingkungan sosial dan budaya, seperti kemiskinan, kelaparan, pelanggaran HAM, dan kepunahan nilai-nilai budaya.
Menurut Limits to Growth telah terjadi perubahan perilaku manusia atau negara-negara di dunia dalam memandang hubungannya dengan lingkungan terkait pembangunan (pertumbuhan ekonomi).
Dunia menerapkan pendekatan yang bersifat mencegah (precautionary approach) kemungkinan kerusakan lingkungan akibat proses pembangunan dibandingkan dengan pendekatan mengatasi kerusakan lingkungan yang telah terjadi.
Pengembangan analisis mengenai dampak lingkungan (environmental impact analysis) juga merupakan bukti bahwa dunia telah berusaha memberlakukan pendekatan kehati-hatian dalam proses pembangunan.

Lingkungan Pembangunan
Dalam mendekati masalah lingkungan dan pembangunan, World Commision for Environment and Development (WCED) suatu komisi yang dibentuk PBB untuk masalah lingkungan dan pembangunan, melihatnya dari enam sudut pandang, yaitu:
Pertama; Keterkaitan (interdependency). Masalah polusi, penggunaan bahan-bahan kimia, kerusakan plasma nutfah, peledakan pertumbuhan kota, dan konservasi sumber daya alam tidak lagi terbatas dalam batas-batas negara. Permasalahan itu saling terkait (interdependent) maka diperlukan pendekatan lintas sektor antarnegara.
Kedua; Berkelanjutan (sustainability), di mana berbagai pengembangan sektoral, seperti pertanian, kehutanan, industri, energi, perikanan, investasi, perdagangan, bantuan ekonomi memerlukan sumber daya alam yang harus dilestarikan untuk menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan.
Ketiga; Pemerataan (equity), yang dimaksud adalah, desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Hal ini perlu upaya pemerataan kesempatan untuk memperoleh akses kepada sumber daya alam bagi pemenuhan kebutuhan pokok manusia.
Keempat; Sekuriti dan risiko lingkungan (security and environmental risk), meliputi perlombaan persenjataan memperbesar potensi kerusakan lingkungan. Begitu pula cara-cara pembangunan tanpa memperhitungkan dampak negatif memperbesar resiko lingkungan. Segi ini perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan.
Kelima; Pendidikan dan komunikasi (education and communication), pendidikan dan komunikasi berwawasan lingkungan perlu ditingkatkan di berbagai tingkat pendidikan dan lapisan masyarakat.
Keenam; Kerja sama internasional (internatonal cooperation). Pola kerja sama internasional dipengaruhi untuk pendekatan pengembangan sektoral, sedangkan pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan. Untuk itu perlu dikembangkan pola kerjasama yang lebih mampu menangani pembangunan berwawasan lingkungan.

Makna Pembangunan
Pembangunan mencakup kemajuan fisik (lahiriah) seperti pangan, sandang, dan papan serta kemajuan nonfisik (batiniah) seperti ilmu pengetahuan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat.
Ditinjau dari asal katanya pembangunan berasal dari kata "bangun" yang memiliki dua makna, yaitu bentuk dan sadar. Berdasarkan arti dari kata pembangunan tersebut, maka pembangunan berarti terus menerus membentuk atau mendirikan dan dapat pula berarti terus menerus menggugah kesadaran.
Di negara barat kata pembangunan sama dengan kata development yang berarti kemajuan atau perkembangan atau pertumbuhan, dan boleh juga diartikan dengan perubahan.
Atas dasar batasan yang ada tersebut, pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses terus menerus menciptakan perubahan fisik (lahiriah) dan nonfisik (batiniah) untuk mencapai kesejahteraan atau kualitas hidup manusia.
Pembangunan bukan hanya ditujukan bagi kesejahteraan atau kualitas hidup generasi masa kini, tetapi juga bagi generasi yang akan datang.
Pembangunan yang memperhatikan generasi mendatang itu mengisyaratkan bahwa sumber-sumber daya pembangunan harus digunakan secara bijaksana dengan cara mempertimbangkan keseimbangan melalui konservasi atau pengawetan (conservation).
Pembangunan dalam hal ini mengandung pula adanya tindakan untuk mencegah pengurasan atau pengambilan sumber daya alam secara besar-besaran agar tetap tersedia dalam jangka panjang.
Pembangunan Berkelanjutan
Adanya rambu-rambu terhadap pelaksanaan pembangunan diharapkan sumber daya alam dalam kondisi yang baik masih akan tersedia bagi generasi yang akan datang.
Pembangunan yang dilakukan pada saat ini tidak mengorbankan kesejahteraan generasi yang akan datang dengan cara menjamin ketersediaan (quantity) dan kualitas (quality) sumber daya alam beserta lingkungannya.
Pemahaman pembangunan berkelanjutan secara holistik memerlukan pemahaman terhadap tiga pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan yaitu: pendekatan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Interaksi unsur ekonomi dan sosial menghasilkan isu seperti equity intragenerasi (distribusi pendapatan) dan kesempatan kerja dan interaksi unsur ekonomi dan lingkungan menghasilkan isu seperti dampak lingkungan serta interaksi unsur sosial dan lingkungan menghasilkan isu seperti equity antargenerasi dan partisipasi masyarakat.

Ada peristiwa menarik?
SMS www.tribun-timur.com di 081.625.2233
email: tribuntimurcom@yahoo.com

Hotline SMS untuk berlangganan Tribun
Timur edisi cetak: 081.625.2266.
Telepon: 0411 (8115555) (***)

http://www.tribun-timur.com/view.php?id=58353

PERMASALAHAN DAN SOLUSI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROPINSI BENGKULU

Prof. Ir. Urip Santoso, S. IKom., M.Sc., Ph.D

Ketua Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Bengkulu

Pendahuluan

Masalah lingkungan yang dihadapi dewasa ini pada dasrnya adalah masalah ekologi manusia. Masalah itu timbul karena perubahan lingkungan yang menyebabkan lingkungan itu kurang sesuai lagi untuk mendukung kehidupan manusia. Jika hal ini tidak segera diatasi pada akhirnya berdampak kepada terganggunya kesejahteraan manusia.

Kerusakan lingkungan yang terjadi dikarenakan eksflorasi sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Kerusakan lingkungan ini telah mengganggu proses alam, sehingga banyak fungsi ekologi alam terganggu.

Masalah lingkungan tidak berdiri sendiri, tetapi selalu saling terkait erat. Keterkaitan antara masalah satu dengan yang lain disebabkan karena sebuah faktor merupakan sebab berbagai masalah, sebuah faktor mempunyai pengaruh yang berbeda dan interaksi antar berbagai masalah dan dampak yang ditimbulkan bersifat kumulatif (Soedradjad, 1999). Masalah lingkungan yang saling terkait erat antara lain adalah populasi manusia yang berlebih, polusi, penurunan jumlah sumberdaya, perubahan lingkungan global dan perang.

Makalah ini berusaha menguraikan masalah pengelolaan lingkungan hidup di Propinsi Bengkulu serta kemungkinan alternatif solusinya.

Kerusakan Hutan

Masalah utama lingkungan di Propinsi Bengkulu adalah masalah kerusakan hutan. Sebagai contoh di Kabupaten Lebong yang mempunyai hutan seluas 134.834,72 ha yang terdiri dari 20.777,40 ha hutan lindung dan 114.057,72 ha berupa hutan konservasi, sebanyak 7.895,41 ha hutan lindung dan 2.970,37 ha cagar alam telah mengalami kerusakan. Kerusakan hutan di kabupaten/kota lain di Propinsi Bengkulu lebih parah lagi.

Kondisi kawasan hutan yang telah rusak tersebut disebabkan antara lain oleh adanya ilegal logging dan perambahan hutan.Perambahan hutan pada umumnya bertujuan untuk keperluan perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kopi dll. Bahkan TNKS juga tidak luput dari kegiatan ilegal logging. Hal ini dapat dibuktikan dengan gundulnya hutan di wilayah TNKS.

Kerusakan hutan di Bengkulu juga disebabkan oleh kebakaran hutan. Kebakaran hutan ini dari tahun ke tahun bertambah luas. Pada tahun 1997 luas kebakaran hutan seluas 2.091 ha dengan 31 titik api. Pada tahun 2006 sebagai akibat kemarau yang panjang kebakaran hutan di Bengkulu semakin luas yang mengakibatkan tebalnya asap di udara yang dapat menimbulkan berbagai masalah.

Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Bengkulu antara lain adalah adanya peningkatan kegiatan pertanian seperti perkebunan, pertanian rakyat, perladangan, pemukiman, transmigrasi dll., terjadi secara alamiah seperti musim kemarau yang panjang, kecerobohan masyarakat dll. Dampak negatif kebakaran hutan dan lahan di Bengkulu antara lain adalah penurunan keanekaragaman hayati (ekosistem, spesies dan genetik), habitat rusak, terganggunya keseimbangan biologis (flora, fauna, mikroba); gangguan asap, erosi, banjir, longsor, terbatas jarak pandang; meningkatnya gas-gas rumah kaca, CO dan hidrokarbon, gangguan metabolisme tanaman dan perubahan iklim.

Sebab lain kerusakan hutan di Propinsi Bengkulu antara lain: 1) persepsi masyarakat bahwa hutan masih terbatas untuk kepentingan ekonomi; 2) adanya konflik kepentingan; 3) laju perusakan hutan tidak sebanding dengan upaya perlindungan; 4) masih luasnya lahan kritis di luar hutan karena pengelolaan lahan secara tradisional dan praktek perladangan berpindah; 5) belum optimalnya penegakan hukum dalam percepatan penyelesaian pelanggaran/kejahatan di bidang kehutanan (al. Perambahan hutan, ilegal logging dll.).

Upaya untuk memulihkan hutan yang rusak adalah sebagai berikut:

(1) dalam jangka pendek adalah penegakan hukum. Hal ini sangat penting untuk mencegah praktek-praktek ilegal logging dan perambahan hutan yang semakin luas.

(2) Hendaknya kegiatan pembangunan memperhatikan aspek lingkungan. Hal ini seringkali dilanggar oleh pelaksana pembangunan.

(3) Upaya penanaman kembali hutan yang telah rusak. Penghijauan telah dilakukan namun belum efektif memulihkan kondisi hutan.

(4) Dalam jangka menengah dapat dilakukan sosialisasi dan pendidikan lingkungan pada orang dewasa terutama yang tinggal di sekitar hutan lindung dan konservasi.

(5) Dalam jangka panjang pendidikan lingkungan menjadi salah satu pelajaran muatan lokal baik di SD, SMP, SLTA maupun di perguruan tinggi.

Penurunan Keanekaragaman Hayati

Sebagai akibat kerusakan hutan, pembukaan lahan, praktek pengolahan lahan yang kurang memperhatikan ekologi, pertanian monokultur dll., maka terjadi penurunan keanekaragaman hayati di Propinsi Bengkulu. Kegiatan monokultur dapat menyebabkan sebagian flora, fauna dan mikrobia musnah. Contohnya, kantong semar yang dahulu sangat banyak dijumpai di Bengkulu sekarang menjadi sedikit jumlah dan jenisnya. Kegiatan pembukaan lahan yang kurang ramah lingkungan seperti lahan disemprot dapat menyebabkan telur-telur dan flora lainnya menjadi tidak berkembang. Satwa liar menjadi menurun dan kemudian masuk kriteria dilindungi. Satwa-satwa tersebut antara lain badak Sumatera, gajah Sumatera, harimau Sumatera, tapir, beruang madu, rusa sambar, napu, rangkong, siamang, kuao, walet hitam, penyu belimbing serta kura-kura. Ada delapan jenis kura-kura yang ada di Bengkulu yaitu kura nanas, kura garis hitam, kura patah dada, beiyogo, baning coklat, labi-labi hutan, kura pipi putih dan bulus. Baning coklat berstatus dilindungi dan sudah terancam punah. Flora langka yang ada di Bengkulu adalah Raflesia arnoldi, bunga bangkai dan anggrek pensil.

Upaya untuk mencegah punahnya flora dan fauna langka tersebut antara lain adalah:

(1) konservasi in-situ: upaya pelestarian flora dan fauna langka beserta ekosistemnya di kawasan konservasi. Luas hutan konservasi di Bengkulu adalah 426.203,23 ha.

(2) konservasi ex-situ: UNIB telah mencoba membiakan Raflesia alnordi dengan menggunakan kultur jaringan, tapi belum berhasil.

(3) program penangkaran satwa langka.

(4) Penyuluhan tentang penangkaran satwa secara intensif.

(5) Memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang keanekaragaman hayati dan manfaatnya bagi masyarakat.

(6) Peningkatan kemampuan sumber daya manusia.

(7) Memasukkan keanekaragaman hayati ke dalam kurikulum SD, SMP, SMU serta perguruan tinggi.

(8) Memperluas habitat satwa liar.

Kualitas Air

Pengolahan air di PDAM saat ini memerlukan cukup banyak tawas yang berfungsi sebagai pengikat partikel lumpur. Nilai zat padat tersuspensi dan nilai kekeruhan yang tinggi ini disebabkan oleh aktivitas lain di hulu sungai. Air yang digunakan oleh PDAM juga terindikasi tercemar batubara. Air sumur di daerah peternakan ayam mengandung banyak E. coli yang sangat tinggi. Praktek pemotongan liar juga masih marak dilakukan oleh masyarakat, sehingga dapat menurunkan kualitas air. Kerusakan hutan juga dapat menurunkan mutu air sebagai akibat peningkatan zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi serta kekeruhan. Kerusakan hutan juga disinyalir sebagai salah satu sebab turunnya volume air di danau Dendam.

Pengaruh Industri

Meskipun industri di Bengkulu masih belum banyak tetapi perencanaan pembangunan industri selanjutnya harus memperhatikan aspek lingkungan. Selama ini, pembangunan industri kurang memperhatikan aspek lingkungan.

Aktivitas industri yang paling besar di Propinsi Bengkulu adalah penambangan batubara dan indutri pertanian (perkebunan). Penambangan batubara mempengaruhi mutu air di DAS Bengkulu-Lemau, DAS Seluma Atas dan DAS Dikit Seblat. Pengaruh industri batubara antara lain meningkatkan zat padat tersuspensi, zat padat terlarut, kekeruhan, zat besi, sulfat dan ion hidrogen dalam air yang dapat menurunkan pH. Masalah ini dapat dikurangi dengan cara pengolahan limbah yang standard dan minimisasi kebakaran.

Perkebunan di Bengkulu terutama karet dan kelapa sawit. Akibat aktivitas ini terjadi peningkatan senyawa organik pada air, adanya sisa-sisa pestisida di DAS, peningkatan zat pada tersuspensi dan terlarut, peningkatan kadar amonia, peningkatan kadar minyak dan lemak, mempengaruhi pH dll. DAS yang terkena aktivitas ini adalah DAS Dikit Seblat, DAS Bengkulu-Lemau, badan sungai Pisang (Ipuh), sungai Betung (Muko-muko), sungai Simpang Tiga (Tais), sungai Bengkulu, dan sungai Sinaba (Ketahun).

Persampahan

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

1. sampah anorganik/kering

Contoh: logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alamai.

2. Sampah organik/basah

Contoh: sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah dll yang dapat mengalami pembusukan secara alami.

3. sampah berbahaya

Contoh: baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dll.

Secara umum persampahan di Bengkulu belum menjadi masalah yang sangat serius. Namun sampah cukup menjadi masalah di lokasi-lokasi tertentu seperti pasar, terminal, pertokoan dan tempat-tempat lain yang padat penduduknya. Kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempat-tempat tertentu masih rendah, apalagi untuk mengolahnya. Di Propinsi Bengkulu setia[ rumah tangga menghasilkan limbah kira-kira sebanyak 0,8 kg/hari atau 288 kg per tahun.

Masalah sampah di Bengkulu antara lain:

(1) tempat sampah kurang tersedia cukup di lokasi-lokasi padat aktivitas.

(2) Seringnya pencurian tempat-tempat sampah.

(3) TPS kurang tersedia cukup.

(4) Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA kurang intensif.

(5) Belum ada pengolahan sampah yang representatif.

(6) Kesadaran masyarakat rendah.

Di Bengkulu TPA masih jauh dari lokasi permukiman, sehingga belum menimbulkan masalah bagi penduduk. Tipe TPA di Bengkulu pada umumnya open damping setengah mengarah ke sanitary landfill. Ke depan, TPA sebaiknya diarahkan sepenuhnya ke sanitary landfill, sehingga masalah yang ditimbulkan sampah dapat diminimisasi. Akan lebih baik, jika sampah telah dipisahkan dan diolah langsung di sumber-sumber sampah. Open dumping tidak dianjurkan karena sampah berinteraksi langsung dengan udara luar dan hujan. Open dumping mempercepat proses perombakan sampah oleh mikrobia tanah yang menghasilkan lindi. Lindi yang terkena siraman air hujan, mudah mengalir dan meresap ke lapisan tanah bawah, sehingga mencemari air tanah. Lindi merupakan sumber utama pencemaran air baik air permukaan, air tanah yang berpengaruh terhadap sifat fisik, kimi dan mikrobia air. Perombakan sampah secara aerobik menghasilkan lindi yang mengandung zat padat halus (Ca2+, Mg2+, K+, Fe2+, CL-, SO42-, PO43-, Zn2+ dan gas H2S. Hal ini akan mencemari air sehingga kualitas air menurun.

Tumpukan sampah di TPA merupakan media perkembangan mikrobia patogen dan non-patogen. Adanya bakteri pada air minum merupakan indikator pencemaran air. Bakteri dalam tanah bergerak secara vertikal dan horizontal. Bakteri mampu meresap 30 meter pada tanah berstektur halus dan bergerak horizontal sejauh 830 meter dari sumber kontaminan.

Solusi permasalahan sampah antara lain sebagai berikut:

(1) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, keadaan lingkungan permukimana.

(2) Program pengelolaan sampah permukiman.

(3) Dimasukkan ke dalam kurikulum SD, SPM, SMA.

Upaya yang telah dilakukan di Bengkulu:

(1) lomba semacam bangunpraja tingkat desa.

(2) Pilot project pengolahan sampah. Sayang tidak berlanjut.

(3) Program adipura.

(4) Lokakarya tentang pengelolaan sampah kepada kepala desa dan camat.

(5) Adanya Perda yang mengatur persampahan, tapi belum dijalankan secara efektif.

Pelestarian Lingkungan

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar masyarakat berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan antara lain:

(1) tingkat pendidikan.

(2) Peningkatan penghasilan.

(3) Pengetahuan tentang kearifan lokal.

(4) Penerapan sistem pertanian konservasi (terasering, rorak – tanah yang digali dengan ukuran tertentu yang berfungsi menahan laju aliran permukaan–, tanaman penutup tanah, pergiliran tanaman, agroforestry, olah tanam konservasi – pengolahan yang tidak menimbulkan erosi.

Daftar Pustaka

Anonimus. 1998. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. KLH-UNDP. Jakarta.

Anonimus. 2004. Profil Kehutanan Kabupaten Lebong. Dinas Kehutanan Lebong. Bengkulu.

Armanto, M. E. dan E. Wildayana. 1998. Analisis permasalahan kebakaran hutan dan lahan dalam pembangunan pertanian dalam arti luas. Lingkungan dan Pembangunan 18 (4): 304-318.

Rahmi, D. H. dan B. Setiawan. 1999. Perancangan Kota Ekologi. Dikti, P & K. Jakarta.

Soedradjat, R. 1999. Lingkungan Hidup, Suatu Pengantar. Dikti, P & K. Jakarta.

Soemarwoto, O. 1991. Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Gramedia Pustaka Utma. Jakarta.

Trihardi, B. 1997. Berbagai kegiatan yang dapat mempengaruhi kualitas air sungai di Propinsi Bengkulu: Penentuan titik-titik monitoring. Universitas Bengkulu. Bengkulu.

http://uripsantoso.wordpress.com/2008/05/01/permasalahan-dan-solusi-pengelolaan-lingkungan-hidup-di-propinsi-bengkulu/

Dampak Pencemaran Lingkungan Oleh Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ( B3 )

Kontribusi Dari administrator

Thursday, 26 June 2008

DINKES-BONBOL: Dewasa ini kesadaran akan lingkungan sudah meningkat. Masalah pencemaran sudah banyak

menarik minat, mulai lapisan bawah sampai lapisan atas. Setiap pemerintah daerah mewajibkan pembuatan instalasi

pengolahan limbah kepada pimpinan industri di daerahnya. bahkan sudah ada yang diajukan kepengadilan karena

pelanggaran limbah ini.

Pembangunan yang dilakukan besar – besaran di Indonesia dapat meningkatkan kemakmuran namun disisi lain

hal ini juga dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan hidup. contoh kasus yang paling hangat adalah kasus

buyat di Sulawesi. Dampak yang diakibatkan dari pencemaran lingkungan yang disinyalir dari buangan proses sebuah

industri pertambangan dimana mengakibatkan rusaknya ekosistem ( pencemaran terhadap ikan dan air ) serta

mengakibatkan sejumlah penyakit dimasyarakat sekitar. Jadi yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan menurut

UU. RI No. 4 tahun 1992 adalah masuknya / dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam

lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas

menurun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan jadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai

peruntukannya. Adapun definisi pencemaran dibagi dalam tiga jenis : 1. Pencemaran air Air dikatakan tercemar

bilamana terjadi perubahan komposisi atau kondisi yang diakibatkan oleh adanya kegiatan atau hasil kegiatan manusia

sehingga secara langsung maupun tidak langsung air menjadi tidak alyak atau kurang layak untuk semua fungsi atau

tujuan pemanfaatan sebagaimana kewajaran air yang dalam keadaan alami. Indikator air telah tercemar adalah adanya

perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui : v Adanya perubahan suhu air v Perubahan PH v Perubahan

warna, bau dan rasa v Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut v Adanya mikroorganisme v Meningkatnya

radioaktivitas air lingkungan 2. Pencemaran Udara Yaitu masuknya substansi atau kombinasi dari berbagai substansi

kedalam udara yang mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan manusia atau bentuk kehidupan yang lebih rendah;

bersifat menyerang dan atau merugikan bagian luar atau dalam tubuh manusia atau karena keberadaannya baik secara

langsung maupun tidak langsung menimbulkan pengaruh buruk terhadap kesejahteraan manusia. 3. Pencemaran

Tanah Yaitu perubahan fisik maupun kimiawi tanah yang dapat mengakibatkan menurunnya daya guna atau

berkurangnya kemampuan daya dukung tanah, bila digunakan tanpa pengolahan lebih dahulu. Melihat berbagai definisi

pencemaran diatas maka dapat diketahui bahwa dampak yang timbul akibat pencemaran lingkungan tidak hanya

berpengaruh terhadap lingkungan saja, akan tetapi berakibat dan berpengaruh terhadap kehidupan tanaman, hewan

dan juga manusia. Kalau lingkungan telah tercemar sudah barang tentu tanaman yang tumbuh dilingkungan tersebut

akan ikut tercemar demikian pula dengan hewan dan manusia. Dampak pencemaran lingkungan terbagi atas tiga jenis

yaitu : 1. Dampak Pencemaran Air Air yang telah tercemar dapat mengakibatkan kerugian terhadap manusia juga

ekosistem yang ada didalam air. Kerugian yang disebabkan oleh pencemaran air dapat berupa : v Air tidak dapat

digunakan lagi untuk keperluan rumah tangga, hal ini diakibatkan oleh air sudah tercemar sehingga tidak bisa digunakan

lagi apalagi air ini banyak manfaatnya seperti untuk diminum, mandi, memasak mencuci dan lain – lain v Air

tidak dapat digunakan untuk keperluan industri, contoh air yang terkena minyak tidak dapat digunakan lagi sebagai

solven atau sebagai air dalam proses industri kimia v Air tidak dapat digunakan untuk keperluan pertanian, seperti

untuk irigasi, pengairan sawah dan kolam perikanan. Apabila air sudah tercemar oleh senyawaan organik dapat

mengakibatkan perubahan drastis pada PH air. Air yang bersifat terlalu asam atau basa akan mematikan tanaman dan

hewan air, selain itu air yang tercemar oleh limbah B3 menyebabkan banyak ikan mati dan pada manusia timbul penyakit

kulit ( rasa gatal ). 2. Dampak Pencemaran Udara Dengan dibangunnya pabrik di perkotaan asapnya dapat

mengakibatkan polusi udara sehingga menganggu kenyamanan bagi para pemakai jalan. Apabila udara telah tercemar

maka akan menimbulkan penyakit seperti sesak napas. 3. Dampak Pencemaran Tanah Tanah yang telah tercemar

oleh bahan pencemar seperti senyawa karbonat maka tanah tersebut akan menjadi asam, H2S yang bersama CO

membentuk senyawa beracun didalam tanah sehingga cacing penggembur tanah mati. Ketiga dampak pencemaran

tanah ini dapat berakibat buruk terhadap lingkungan terutama karena hasil kegiatan industri dimana limbahnya langsung

dibuang tanpa melalui proses pengolahan lebih dahulu yaitu limbah berbahaya yang masih mengandung racun ( limbah

B3 ). Kekhawatiran manusia atas masalah lingkungan mulai tampak. Dampak limbah B3 terhadap lingkungan fisik

dapat mengurangi kualitas dan kenyamanan hidup manusia. Untuk membantu masalah lingkungan yang disebabkan

oleh limbah B3 diperlukan upaya pencegahan dan penanganan limbah yang berasal dari industri, sehingga lingkungan

fisik yang bersih dan nyaman dapat terwujud. Selain itu dampak pencemaran lingkungan tersebut diatas perlu diadakan

pengawasan antara lain : v Analisa potensi dan pemecahan masalah pencemaran disuatu wilayah tertentu dengan

pendekatan AMDAL v Merencanakan upaya – upaya pengelolaan pengawasan pencemaran lingkungan dengan

berdasarkan langkah – langkah dan kebijaksanaan v Melaksanakan kegiatan pengawasan v Penumbuhan

dan penggalangan dan pengikutsertaan secara akif peran serta masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat

dan organisasi terkait dalam pengawasan pencemaran.Sumber: Seksi Penyehatan Lingkungan

Website Resmi | Dinas Kesehatan Kab Bone Bolango | Provinsi Gorontalo

http://

http://dinkesbonebolango.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=249

strategi pengendalian pencemaran lingkungan

Persoalan lingkungan hidup disebabkan berbagai hal, salah satunya pertumbuhan penduduk. Pertumbuhanpopulasi manusia yang semakin tinggi menyebabkan aktifitas ekonomi juga meningkat pesat. Kegiatan ekonomi/pembangunan yang semakin meningkat mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi pendukung kehidupan menjadi rusak. Hal tersebut merupakan beban sosial yang pada akhirnya manusia pula yang akan menanggung biaya pemulihannya.

Dalam penjelasan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa arah pembangunan jangka panjang Indonesia adalah pembangunan ekonomi dengan bertumpukan pada pembangunan industri yang diantaranya menggunakan berbagai jenis bahan kimia dan zat radioaktif.

Disamping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan ekses,
antara lain dihasilkannya limbah yang apabila dibuang ke lingkungan akan dapat mengancam lingkungan
hidup itu sendiri, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.

Pencemaran Lingkungan : Definisi, Sumber dan Pengendalian

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,zat,energi dan atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya (Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Ps 1 angka 12)

Pencemaran dapat dikategorikan menjadi :
- pencemaran tanah
- pencemaran air
- pencemaran udara

1. Pencemaran Tanah
Definisi pencemaran tanah adalah : Masuknya limbah ke dalam tanah yang mengakibatkan fungsi tanah turun (menjadi keras dan tidak subur) sehingga tidak mampu lagi mendukung aktivitas manusia.
Sumber-sumber pencemaran tanah dapat berasal dari domestik, industri maupun pertanian.
- limbah domestik misalnya buangan dapur yang mengandung minyak/lemak bila secara terus-menerus
dibuang ke media tanah akan menyebabkan pori-pori tanah tertutup dan tanah menjadi keras
- limbah industri yang belum diolah bila dibuang ke media tanah juga akan merusak tanah, misalnya
limbah pabrik tahu yang bersifat asam akan merusak tanah.
- Aktifitas pertanian berupa pemupukan dengan pupuk kimia buatan merupakan faktor terbesar yang
menyebabkan kerusakan struktur tanah pertanian.

Tercemarnya tanah pada akhirnya membawa dampak bagi manusia. Tanah pertanian yang telah mengalami
kerusakan (berubah struktur dan susunan kimiawinya) menjadi keras, produktifitas lahan pun akan menurun
(ditunjukkan dengan hasil panen yang semakin menurun dari tahun ke tahun)

2. Pencemaran air
Masuknya limbah ke dalam air yang mengakibatkan fungsi air turun sehingga tidak mampu lagi mendukung
aktifitas manusia dan menyebabkan timbulnya masalah penyediaan air bersih. Bagian terbesar yang
menyebabkan pencemaran air adalah limbah cair dari industri,di samping limbah padat berupa sampah
domestik.

Sumber-sumber Pencemaran Air

Pencemaran air akibat kegiatan manusia tidak hanya disebabkan oleh limbah rumah tangga, tetapi juga oleh
limbah pertanian dan limbah industri. Semakin meningkatnya perkembangan industri, dan pertanian saat
ini, ternyata semakin memperparah tingkat pencemaran air, udara, dan tanah. Pencemaran itu disebabkan
oleh hasil buangan dari kegiatan tersebut.

Pencemaran air pada dasarnya terjadi karena air limbah langsung dibuang ke badan air ataupun ke tanah
tanpa mengalami proses pengolahan terlebih dulu, atau proses pengolahan yang dilakukan belum memadai.
Pengolahan limbah bertujuan memperkecil tingkat pencemaran yang ada agar tidak membahayakan lingkungan hidup.

Sumber-sumber Pencemaran Air Meliputi:

a. Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga merupakan pencemar air terbesar selain limbah-limbah industri, pertanian dan bahan

pencemar lainnya. Limbah rumah tangga akan mencemari selokan, sumur, sungai, dan lingkungan sekitarnya.

Semakin besar populasi manusia, semakin tinggi tingkat pencemarannya.
Limbah rumah tangga dapat berupa padatan (kertas, plastik dll.) maupun cairan (air cucian, minyak goreng

bekas, dll.). Di antara limbah tersebut ada yang mudah terurai yaitu sampah organik dan ada pula yang
tidak dapat terurai. Limbah rumah tangga ada juga yang memiliki daya racun tinggi, misalnya sisa obat,
baterai bekas, air aki. Limbah-limbah tersebut tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3).
Tinja, air cucian, limbah kamar mandi dapat mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemar biologis
(seperti bakteri, jamur, virus, dan sebagainya) yang akan mengikuti aliran air.

b. Limbah Lalu Lintas
Limbah lalu lintas berupa tumpahan oli, minyak tanah, tumpahan minyak dari kapal tangker. Tumpahan
minyak akibat kecelakaan mobil-mobil tangki minyak dapat mengotori air tanah. Selain terjadi di darat,
pencemaran lalu lintas juga sering terjadi di lautan. Semuanya sangat berbahaya bagi kehidupan.

c. Limbah Pertanian
Limbah pertanian berupa sisa, tumpahan ataupun penyemprotan yang berlebihan misalnya dari pestisida dan
herbisida. Begitu juga pemupukan yang berlebihan. Limbah pestisida dan herbisida mempunyai sifat kimia
yang stabil, yaitu tidak terurai di alam sehingga zat tersebut akan mengendap di dalam tanah, dasar
sungai, danau serta laut dan selanjutnya akan mempengaruhi organisme-organisme yang hidup di dalamnya.

Pada pemakaian pupuk buatan yang berlebihan akan menyebabkan eutrofikasi pada badan air/perairan terbuka

Penanggulangan Pencemaran Air
Penanggulangan pencemaran air dapat dilakukan melalui:
• Perubahan perilaku masyarakat
• Pembuatan kolam/bak pengolahan limbah cair

1. Perubahan Perilaku Masyarakat
Secara alami, ekosistem air dapat melakukan “rehabilitasi” apabila terjadi pencemaran terhadap badan

air. Kemampuan ini ada batasnya. Oleh karena itu perlu diupayakan untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran air. Untuk mengatasi pencemaran air dapat dilakukan usaha preventif, misalnya dengan tidak
membuang sampah dan limbah industri ke sungai. Kebiasaan membuang sampah ke sungai dan disembarang tempat hendaknya diberantas dengan memberlakukan peraturan-peraturan yang diterapkan di lingkungan masing-masing secara konsekuen. Sampah-sampah hendaknya dibuang pada tempat yang telah ditentukan.Masyarakat di sekitar sungai perlu merubah perilaku tentang pemanfaatan sungai agar sungai tidak lagi dipergunakan sebagai tempat pembuangan sampah dan tempat mandi-cuci-kakus (MCK). Peraturan pembuangan limbah industri hendaknya dipantau pelaksanaannya dan pelanggarnya dijatuhi hukuman. Limbah industri hendaknya diproses dahulu dengan teknik pengolahan limbah, dan setelah memenuhi syarat baku mutu air buangan baru bisa dialirkan ke selokan-selokan atau sungai. Dengan demikian akan tercipta sungai yang bersih dan memiliki fungsi ekologis.

Tindakan yang Perlu Dilakukan oleh Masyarakat:
1. Tidak membuang sampah atau limbah cair ke sungai, danau, laut dll.
2. Tidak menggunakan sungai atau danau untuk tempat mencuci truk, mobil dan sepeda motor
3. Tidak menggunakan sungai atau danau untuk wahana memandikan ternak dan sebagai tempat kakus
4. Tidak minum air dari sungai, danau atau sumur tanpa dimasak dahulu

2 Pembuatan Kolam Pengolah Limbah Cair
Saat ini mulai digalakkan pembuatan WC umum yang dilengkapi septic tank di daerah/lingkungan yang

rata-rata penduduknya tidak memiliki WC. Setiap sepuluh rumah disediakan satu WC umum. Upaya demikian

sangat bersahabat dengan lingkungan, murah dan sehat karena dapat menghindari pencemaran air sumur / air

tanah.

Selain itu, sudah saatnya diupayakan pembuatan kolam pengolahan air buangan (air cucian, air kamar

mandi, dan lain-lain) secara kolektif, agar limbah tersebut tidak langsung dialirkan ke selokan atau

sungai.

Untuk limbah industri dilakukan dengan mengalirkan air yang tercemar ke dalam beberapa kolam kemudian

dibersihkan, baik secara mekanis (pengadukan), kimiawi (diberi zat kimia tertentu) maupun biologis

(diberi bakteri, ganggang atau tumbuhan air lainnya). Pada kolam terakhir dipelihara ikan untuk menguji

kebersihan air dari polutan yang berbahaya. Reaksi ikan terhadap kemungkinan pengaruh polutan diteliti.

Dengan demikian air yang boleh dialirkan keluar (selokan, sungai dll.) hanyalah air yang tidak tercemar.

Salah satu contoh tahap-tahap proses pengolahan air buangan adalah sebagai berikut:
a) Proses penanganan primer, yaitu memisahkan air buangan dari bahan-bahan padatan yang mengendap atau

mengapung.
b) Proses penanganan sekunder, yaitu proses dekomposisi bahan-bahan padatan secara biologis

c) Proses pengendapan tersier, yaitu menghilangkan komponen-komponen fosfor dan padatan tersuspensi,

terlarut atau berwarna dan bau. Untuk itu bisa menggunakan beberapa metode bergantung pada komponen yang

ingin dihilangkan.
- Pengendapan, yaitu cara kimia penambahan kapur atau metal hidroksida untuk mengendapkan fosfor.
- Adsorbsi, yaitu menghilangkan bahan-bahan organik terlarut, berwarna atau bau.
- Elektrodialisis, yaitu menurunkan konsentrasi garam-garam terlarut dengan menggunakan tenaga

listrik
- Osmosis, yaitu mengurangi kandungan garam-garam organik maupun mineral dari air
- Klorinasi, yaitu menghilangkan organisme penyebab penyakit
Tahapan proses pengolahan air buangan tidak selalu dilakukan seperti di atas, tetapi bergantung pada

jenis limbah yang dihasilkan. Hasil akhir berupa air tak tercemar yang siap dialirkan ke badan air dan

lumpur yang siap dikelola lebih lanjut. Berdasarkan penelitian, tanaman air seperti enceng gondok dapat

dimanfaatkan untuk menyerap bahan pencemar di dalam air.

3. Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah masuknya limbah ke dalam udara yang mengakibatkan fungsi udara turun sehingga

tidak mampu lagi mendukung aktifitas manusia. Pencemaran udara disebabkan oleh partikel debu,asap

kendaraan dan dari cerobong asap industri dan gas kimia dari industri kimia.

Sumber pencemaran udara dapat dogolongkan menjadi 2, yaitu :
- Sumber bergerak
- Sumber tidak bergerak

a. Pencemaran dari sumber bergerak, misalnya disebabkan oleh emisi dari kendaraan bermotor,

terutama bila pembakaran dalam mesin kendaraan tersebut sudah tidak efisien.
b. Pencemaran dari sumber tidak bergerak, misalnya asap dari sisa pembakaran pabrik.
Pencemaran udara dapat menimbulkan berbagai dampak antara lain:
Gangguan kesehatan
• Debu dari pabrik (mis : pabrik semen) dapat terhirup manusia dan menimbulkan penyakit

pneumokoniosis/ sesak napas.
• Gas-gas emisi kendaraan bermotor maupun carobong pabrik (misalnya karbondioksida, metan,

klorofluorokarbon, oksida nitrogen, dsb) akan menimbulkan penipisan lapisan ozon/ozone depleting.
• Gas-gas asam misalnya asam sulfat, asam klorida dan asam nitrat dapat menimbulkan terjadinya

hujan asam/acid rain.

Pengendalian Pencemaran Udara
• Penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, serta mesin kendaraan yang efisien
• Pengolahan limbah udara di pabrik, misalnya dengan menggunakan alat dust collector yang dapat

menangkap debu.
• Menggalakkan penghijauan untuk menyerap/mengkonversi zat pencemar.

Beberapa fakta terjadinya penurunan kualitas lingkungan di Kabupaten Bondowoso
Meskipun merupakan kota kecil dan jumlah industri tidak terlalu banyak, Bondowoso tidak luput

dari masalah penurunan kualitas lingkungan antara lain:
• Pencemaran koliform (bakteri tinja) di Hilir Sungai Sampean mencapai 500 MPN/100 ml (MPN: Most

Probable Number) Sumber : Yana Suryana dan Sumadi dalam Seminar Kualitas Air di Kabupaten Bondowoso,

Tahun 2003.
• Tingginya kadar BOD,COD,TDS, Phospat, dll. di beberapa titik sungai Sampean . Sumber : sampling

dan analisa tahunan oleh Kantor Lingkungan Hidup Tahun 2007
• Gangguan estetis berupa bau, busa maupun perubahan warna dan kekeruhan pada sepanjang kali

Kijing. Sumber : Laporan Observasi peserta susur sungai Hari LH sedunia Th 2003.

Staregi Pengendalian Pencemaran

Berbagai upaya pengendalian pencemaran melalui berbagai Program/Kegiatan, antara lain:
- Program pengembangan kinerja persampahan
- Program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan;

Kegiatan:
- Koordinasi penilaian kota sehat/adipura
- Pemantauan kualitas lingkungan
- Pengawasan pelaksanaan kebijakan bidang lingkungan hidup
- Pembangunan gedung laboratorium lingkungan
- Program peningkatan pengendalian polusi

http://wyuliandari.wordpress.com/2008/09/25/strategi-pengendalian-pencemaran-lingkungan/

Pencemaran Aliran Air Lebih Banyak Di Sebabkan Limbah Rumah Tangga

Limbah rumah tangga diJakarta pusat banyak mencemari lingkungan sekitarnya, terutama dengan banyaknya penggunaan deterjen yang tidak ramah lingkungan. Demikian diungkapkan Kepala seksi Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta Pusat Murdiati kepada Berita Jakarta.com Senin (19/12) siang.

Menurutnya diWilayah Jakarta Pusat terdapat beberapa sumber pencemaran lingkungan diantaranya penggunaan deterjen yang tidak ramah lingkungan oleh banyak rumah tangga sehingga banayak mencemari perairan yang berada dilingkungan setempat dan aliran sungai. “Deterjen tidak ramah lingkungan sangat mencemari lingkungan perairan,” tutur Murdiati.

Namun demikian diakuinya bahwa hingga saat ini pihaknya belum bisa menjangkau pemeriksaan sample limbah yang berasal ditiap pemukiman masyarakat, sehingga sulit untuk memastikan berapa besarnya tingkat pencemaran yang terjadi. “Saat ini kami belum bisa menjangkau ke setiap pemukiman, jadi hanya upayakan pengambilan sample dialiran sungai yang berada diWilayah Jakpus,” ucap Kasie. Pengaawasan dan Pengendalian Pencemaran Jakpus.

Disamping itu, banyak masyarakat yang menggunakan deterjen yang tidak ramah lingkungan membuangnya langsung ke saluran air yang menuju aliran sungai sehingga pencemaran terjadi secara langsung.

Ia menjelaskan bahwa pihaknya secara rutin melakukan pengambilan sample limbah cair setiap 3 bulan sekali untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan dingkat BPLHD provinsi. “Ditingkat wilayah hanya melakukan pengambilan sample saja, selanjutnya dilakukan penelitian ditingkat provinsi,” ucap Murdiati.

Selain limbah rumah tangga, lanjut Murdiati, pencemaran terjadi juga dikarenakan akibat pembuangan limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit. Akan tetapi, tingkat pencemarannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan limbah rumah tangga. “Limbah rumah sakit yang ada di Jakarta Pusat sudah dapat dikendalikan dengan tersedianya pengolahan hasil limbah yang berada ditiap rumah sakit,” jelasnya.

Penulis: darul

Sumber: darul

http://www.beritajakarta.com/V_Ind/berita_detail.asp?idwil=0&nNewsId=18077

POLUSI UDARA MEMBAWAPETAKA

Kualitas udara di Kota Semarang makin memburuk. Hasil survei Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Semarang pada akhir 2003 menunjukkan penurunan kualitas itu. ''Kualitas udara yang sudah bercampur lingkungan mengalami penurunan lebih kurang 28 persen, dengan kondisi itu berarti kualitas udara makin memburuk,'' kata Wali Kota H Sukawi Sutarip SH SE, seusai membuka lomba uji emisi kendaraan dinas dan operasional di halaman Balai Kota Semarang, Rabu (30/6). (www.suaramerdeka.com/harian/0407/01/kot15.htm).
Belakangan ini kita dapat merasakan bahwa udara kota Semarang semakin panas saja. Warga kota sudah kehilangan lahan untuk melakukan aktivitas yang memerlukan udara segar. Jumlah taman-taman kota mulai berkurang seiring dengan banyaknya jumlah gedung pertokoan dan perhotelan yang berdiri megah di setiap penjuru kota. Alangkah indahnya jalan-jalan di kota Semarang seperti jalan di Kampung Kali yang terasa sejuk disiang hari dengan pohon yang berjajar ditepinya.
Dengan terik matahari pada siang hari yang sangat membakar menyebabkan banyak orang yang enggan berjalan kaki walaupun jarak tempuhnya tak sampai satu kilometer.
Buruknya kualitas udara disebabkan karena udara tercemar oleh zat-zat asing yang masuk ke dalamnya dan/atau meningkatnya kadar komponen-komponen tertentu yang dapat membawa akibat yang tidak diinginkan dan mengganggu kelestarian lingkungan. Beberapa komponen yang menyebabkan udara tercemar antara lain :



1. Karbon Dioksida (CO2)
Karbon dioksida berasal dari pembakaran sempurna hidrokarbon di dalamnya termasuk minyak bumi dan gas alam. Sebagai contoh pembakaran oktana yang merupakan salah satu komponen bensin dengan reaksi sebagai berikut :
2 C8H18 (l) + 25 O2 (g) à 16 CO2 (g) + 18 H2O (g)
Sebenarnya gas karbon dioksida tidak berbahaya bagi manusia. Namun, kenaikan kadar CO2 di udara telah mengakibatkan peningkatan suhu di permukaan bumi. Fenomena inilah yang disebut efek rumah kaca (green house effect). Efek rumah kaca adalah suatu peristiwa di alam dimana sinar matahari dapat menembus atap kaca, tetapi sinar infra merah yang dipantulkan tidak bisa menembusnya. Sinar matahari yang tidak bisa keluar itu tetap terperangkap di dalam rumah kaca dan mengakibatkan suhu di dalam rumah kaca meningkat. Seperti itu pula karbon dioksida di udaraa, ia dapat dilewati sinar ultraungu dan sinar tampak, tetapi menahan sinar inframerah yang dipantulkan dari bumi. Akibatnya suhu dipermukaan bumi naik jika kadar CO2 di udara naik. Kenaikan suhu global dapat mencairkan sungkup es di kutub. Akibat selanjutnya adalah kenaikan permukaan laut sehingga dapat membanjiri kota-kota pantai di seluruh dunia termasuk kota kita tercinta.
2. Karbon Monoksida (CO)
Gas karbon monoksida berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dalam kendaraan bermotor. Gas buang hasil pembakaran bensin dari kendaraan bermotor mengandung 10.000 sampai 40.000 ppm CO. Gas ini tidak berwarna dan tidak berbau, oleh karena itu, kehadirannya tidak segera diketahui. Gas itu bersifat racun, dapat menimbulkan rasa sakit pada mata, saluran pernafasan, dan paru-paru. Bila masuk ke dalam darah melalui pernafasan, CO bereaksi dengan hemoglobin dalam darah membentuk COHb (karboksihemoglobin) dengan reaksi sebagai berikut :
CO + Hb à COHb
Seperti kita ketahui, hemoglobin ini seharusnya bereaksi dengan oksigen menjadi O2Hb (oksihemoglobin) dan membawa oksigen yang diperlukan ke sel-sel jaringan tubuh dengan reaksi sebagai berikut :
O2 + Hb à O2Hb.
Ikatan CO dengan Hb lebih kuat dibanding O2 dengan Hb sehingga menghalangi fungsi vital Hb untuk membawa oksigen bagi tubuh, yang berakibat tubuh kekurangan oksigen sehingga menimbulkan rasa sakit kepala dan gangguan pernafasan bahkan kematian.
3. Oksida Belerang (SO2 dan SO3)
Senyawa-senyawa belerang yang bertindak sebagai zat pencemar yang berbahaya adalah gas-gasa SO2 dan SO3. Gas SO2 di atmosfer sebagian besar berasal dari hasil pembakaran minyak bumi dan batubara yang mengandung belerang, di samping ada juga yang berasal dari hasil oksidasi bijih-bijih sulfida di industri.
Udara yang mengadung SO2 dalam kadar cukup tinggi dapat menyebabkan radang paru-paru dan tenggorokan pada manusia serta khlorosis (kepucatan) pada daun-daun. Oksidasi SO2 akan menyebabkan terbentuknya SO3. SO3 bila bereaksi dengan uap air akan menyebabkan hujan asam (acid rain). pH air hujan yang mengandung oksida belerang akan turun menjadi 3 – 4. Akibatnya timbul korosi logam-logam, kerusakan bangunan yang terbuat dari batu pualam dan memudarnya cat-cat pada lukisan. SO2 apabila terisap oleh pernafasan, akan bereaksi dengan air dalam saluran pernafasan dan membentuk asam sulfit yang akan merusak jaringan dan menimbulkan rasa sakit. Apabila SO3 yang terisap, maka yang terbentuk adalah asam sulfat, dan asam ini lebih berbahaya.
4. Oksida Nitrogen (NO dan NO2)
Dalam beberapa dasawarsa terakhir, jumlah kendaraan bermotor yang meningkat telah menimbulkan sejenis pencemaran udara yang tidak pernah dialami oleh peradaban sebelumnya. Pencemaran ini ditimbulkan oleh oksida nitrogen. Sumber utama oksida nitrogen adalah pembakaran bahan bakar dalam industri dan kendaraan bermotor. Nitrogen dan oksigen tidak bereaksi pada suhu rendah, tetapi pada suhu tinggi, kedua gas itu dimungkinkan bereaksi sebagai berikut :
N2 (g) + O2 (g) à 2 NO (g)
Sekitar 10% dari gas NO yang dihasilkan, teroksidasi lebih lanjut membentuk NO2. Campuran NO dan NO2 sebagai pencemar udara biasa ditandai dengan lambang NOx. NOx di udara tidak beracun secara langsung pada manusia, tetapi NOx ini bereaksi dengan bahan-bahan pencemar lain dan menimbulkan fenomena asbut (asap-kabut) atau smog dalam bahasa Inggris. Asbut ini mengakibatkan mata perih, nafas sesak dan tanaman layu.
Asbut adalah campuran rumit yang terdiri dari berbagai gas dan partikel-partikel zat cair dan zat padat. Asbut dihasilkan dari serentetan reaksi fotokimia (yaitu reaksi kimia di bawah pengaruh energi sinar matahari).
NO2 (g) + àsinar matahari NO (g) dan O (g).
Motor bakar, juga menghasilkan hidrokarbon yang tidak terbakar akibat reaksi pembakaran di dalam motor kurang sempurna. Hidrokarbon ini dapat bereaksi dengan atom oksigen yang dihasilkan dari dekomposisi fotokimia NO2. Reaksi ini menghasilkan radikal hidrokarbon bebas yang sangat reaktif. Radikal ini bereaksi dengan NO dan menghasilkan NO2 lagi, dan serentetan reaksi berulang lagi dan menghasilkan ozon. Radikal bebas itu juga bereaksi dengan O2 dan N2 dan menghasilkan senyawa yang disebut peroksiasilnitrat (PAN). PAN juga memberi efek asbut dan menimbulkan rasa perih di mata.
5. Pencemar Butiran
Di antara pencemar butiran, yang paling mencolok adalah asap dan butir-butir karbon sisa pembakaran. Bahan pencemar itu dapat berasal dari pembangkit listrik, industri dan kendaraan bermotor. Pencemar butiran dapat mengganggu pernafasan, daya pandang dan mempengaruhi cuaca.
6. Pencemaran Timbal di udara
Timbal (Pb) merupakan pencemar udara yang berasal dari gas buangan kendaraan bermotor. Untuk menghasilkan pembakaran yang baik dan meningkatkan efisiensi motor bakar, bensin diberi zat tambahan, yaitu Pb(C2H5)4 atau tetra etil timbal (TEL). Setelah mengalami pembakaran di dalam motor, timbal dilepas ke udara dalam bentuk oksida timbal. Timbal merupakan racun keras yang bila menumpuk di dalam tubuh akan menimbulkan kerusakan permanen pada otak, darah dan organ tubuh lainnya.
Penurunan kualitas udara akibat pencemaran udara merupakan masalah serius kota-kota besar di Indonesia. Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia mengalami kerugian ekonomi hingga 424,3 juta dollar AS tahun 1990 dan meningkat menjadi 634 juta dollar AS tahun 2000 akibat pencemaran udara. (Kompas Cyber Media edisi Rabu 14 Agustus 2002).
Oleh karena itu perlu langkah-langkah untuk mengurangi polusi udara tersebut dan meminimalkan kerugian negara. Langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas udara di kota Semarang adalah :
1. Pemanfaat Ruang Terbuka Hijau
Kota Semarang yang merupakan Kota Metropolitan berpenduduk sekitar 1,4 juta jiwa dengan luas wilayah 37.360,947 hektare diharapkan mampu mempertahankan RTH sebagai upaya melestarikan lingkungan. Berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000-2010, rencana penyediaan ruang terbuka hijau kota (konservasi) masih cukup menjanjikan dengan persentase sebesar 32 % (data ini belum terhitung terkait garis sempadan yang telah ditetapkan). Namun demikian, harus menengok ke belakang, persentase ini terdukung karena pada 1976 Kota Semarang mendapatkan "hibah" perluasan daerah hinterland Kota Semarang yang sebagian kondisi eksisting lahannya adalah konservasi. Ini tentunya harus dipertahankan, khususnya kawasan Semarang bagian bawah. (M Farchan, 2006).
Sesuai konsep rencana tata ruang terbuka hijau perkotaan, maka ada dua fungsi yaitu utama (intrinsik) dan tambahan (ekstrinsik). Yang utama yakni fungsi ekologis, sedangkan untuk tambahan adalah fungsi arsitektural, ekonomi, dan sosial. Dalam wilayah perkotaan, fungsi itu harus dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. RTH berfungsi ekologis adalah untuk menjamin keberlanjutan suatu kawasan kota secara fisik, yang merupakan bentuk rencana berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu kota.
2. Pembatasan Jumlah Kendaraan
Faktor paling besar penyebab pencemaran udara adalah asap kendaraan bermotor. Cara yang paling efektif untuk mengurangi asap tersebut adalah dengan membatasi jumlah kendaraan di jalan raya. Langkah menutup kawasan Simpang lima dari kendaraan bermotor pada hari Minggu dan hari besar merupakan salah satu usaha yang baik. Menutup kawasan tersebut selama beberapa jam selain untuk menjaga kebersihan udara juga penting bagi keamanan dan kenyamanan warga kota Semarang.
3. Pemakaian bensin tanpa timbal atau bahan bakar gas.
Langkah ini dapat mengurangi pencemaran timbal di udara. Zat aditif yang diberikan pada bensin tidak lagi TEL tetapi Methyl Tersier Buthyl Eter (MTBE) dimana bensin tersebut tidak mengandung timbal.
4. Kontrol ketat emisi gas buangan pada industri dan kendaraan bermotor.
Langkah ini dilakukan untuk memantau perkembangan polusi udara oleh industri dan kendaraan bermotor.
5. Pemasangan alat pemantau pencemaran.
Alat ini dipakai untuk mendapatkan informasi pencemaran udara di suatu tempat. Berdasarkan alat ini dapat diketahui penyebab pencemaran udara yang paling tinggi sebagai masukan bagi pemerintah untuk melakukan langkah-langkah pencegahan.


Daftar Pustaka
www.suaramerdeka.com/harian/0407/01/kot15.htm

Kompas Cyber Media edisi Rabu 14 Agustus 2002

M Farchan, 2006. Rencana Ruang Terbuka Hijau. Suara Merdeka edisi 24 Agustus 2006.

ARDAN SIRODJUDDIN BLOG

http://ardansirodjuddin.blogspot.com/2007/10/polusi-udara-membawa-petaka.html

Hubungan Pencemaran Udara Dengan Menopause

PDF

Cetak

E-mail

Tuesday, 06 February 2007

jdokter/ -SEATTLE, 31 Januari-Pencemaran udara dengan butira-butiran halus penyebabnya semakin meningkatkan terjadinya resiko serangan jantung dan stroke, juga serangan jantung yang terjadi dilingkungan para wanita Masa Menopos, demikian yang dilaporkan oleh para peneliti.

Hal-hal yang harus dilakukan:

Jelaskan kepada para pasien yang berminat bahwa hubungan antara pencemaran udara dengan penyakit jantung telah dilaporkan oleh para peneliti lain, tetapi resiko yang dilaporkan disini lebih besar dari yang dikemukakan dalam studi sebelumnya.

Selain itu, peningkatan resiko yang diakibatkan oleh pencemaran semakin memburuk sehinga setiap 10mg meter kubik meningkatkan partikel halus yang menyebabkan resiko serangan jantung meningkat menjadi 24% dan resiko terjadinya kematian sebesar 76% demikian yang dikemukakan oleh Kristin A Miller M.S., University of Washington, dan rekannya, dalam studi observasi.

Resiko terjadinya serangan jantung meningkat 35% karena meningkatnya pencemaran udara (HR 1.35,95% CI, 1.08-1.68) demikian laporan terbitan New England Journal of Medicine tanggal 1 Februari. Penemuan-penemuan tersebut berasal dari studi yang dilakukan pada wanita masa menopos yang jumlahnya 65.893 yang mengambil bagian dalam Women’s Health Initiative.

Para peneliti memeriksa perbedaan kadar polusi di satu kota sampai ke kota yang lain, sebagaimana juga perbedaan kadar pencemaran udara yang terjadi di tempat sekitar kota-kota yang dijadikan pilihan.

Para wanita yang mengambil bagian dari tahun 1994 sampai 1998, tingal di 36 wilayah Metropolitan Statistical Area, Amerika Serikat. Mereka yang mengambil bagian berusia antara 50 samapi 79 tahun pada baseline dan tidak punya riwayat penyakit jantung.

Para wanita tersebut diikuti sekitar enam tahunan dan hanya wanita yang tinggal dalam lingkungan 30 mil dari pantauan Environmental Agency sehingga kadar butiran-butiran halus yang tercatat 2.5 ug atau kurang, tercakup dalam analisis.

Peristiwa-peristiwa serangan yang terjadi ditentukan dari tanggapan kepada kuesioner tahunan dan ulasan catatan medis. Peristiwa terjadinya penyakit jantung pertama disebut sebagai myocardial infarction, coronary revascularization, stroke dan kematian akibat penyakit jantung atau penyakit cerebrovascular.

Diantara penemuan-penemuan tersebut adalah:

Sebanyak 1.816 wanita mengalami satu kali atau lebih peristiwa cardiovascular. Meskipun perkiraan kejadian di dalam lingkungan kota cenderung lebih besar dibandingkan perbedaan-perbedaan antar kota, perbedaan ini secara statistic tidak begitu besar artinya.

Hubungan antara kadar polusi akibat butiran-butiran dan terjadinya cardiovascular adalah lebih kuat dengan meningkatnya kegemukan seperti yang diukur oleh BMI (P-0.02) dan perbandingan pinggang dengan pinggul (P=0.05).

Tingkat pendidikan maupun penghasilan rumah tangga tidak ada yang mampu melakukan perubahan besar hubungan antara pencemaran udara dan resiko cardiovaskuler.

Walau bagaimanapun para wanita mempunyai sejumlah resiko khusus akibat jenis kelamin mereka. Ini merupakan serangan jantung yang lebih kecil sehingga mungkin saja “tenaga kerja lebih banyak penyebaran atherosclerosisnya dari pada kaum laki,” yang lebih banyak mengalami disfungsi mikrovaskuler, dan ditandai dengan meningkatnya diabetes, kegemukan, tekana darah tinggi dan masa tidak aktif setelah menopos. Semua ini mengacaukan hubungan antara pencemaran udara dengan resiko cardiovaskuler, demikian ditulis oleh editor Duglas W. Dockery, Sc.D., dan Peter H.Stone, M.D., dari Harvard Medical School.

Sebagai akibatnya, “kelamin mungkin tidak memberikan batasan kerentanan terhadap polusi udara. Tetapi lebih merupakan indicator dari landasan yang menempatkan wanita dengan peningkatan resiko,” demikian menurut Drs. Dockery dan Stone.

Ini berarti mereka mengakui bahwa “tidak dapat dipungkiri bahwa penghirupan partikel polusi udara mengakibatkan dan memperburuk baik pulmonary maupun sustomic inflammation serta tekanan oxidative, yang mengakibatkan luka pada vascular, atherosclerosis dan disfungsi autonomic.”

Selain itu, mereka menyebutkan sejumlah studi yang menghubungan peningkatan tingkat polusi udara dengan partikel halus dengan terbentuknya plak atherosclerotic, juga meningkatnya fibrinogen, plasma viscosity, platelet activation dan endothelins.

Secara keseluruhan, mereka menyampaikan bahwa beban bidang kesehatan masyarakat mengenai “penyakit jantung yang ditimbulkan oleh polusi udara adalah benar; bukti mengisyaratkan bahwa resiko-resiko pribadi merupakan hal biasa.

Menurut kesimpulan para penulis yang menjadi tugas beratnya adalah menggnunakan data dari Women’s Health Initiative untuk “mengidentifikasi faktor-faktor yang sesungguhnya dan yang masing-masing diperoleh yang mungkin mengarah kepada meningkatnya resiko cardiovaskuler yang disebabkan oleh polusi udara” sehingga kemungkinan menawarkan campur-tangan dari orang-orang yang berada pada tingkat resiko yang lebih besar dengan demikian akan bisa memperbaiki minimal kerusakan-kerusakan tertentu pada pasien karena polusi udara.”

Terakhir diperbaharui ( Tuesday, 06 February 2007 )

http://jdokter.com/index.php?option=com_content&task=view&id=36&Itemid=2

Beijing memerangi pencemaran udara


Suasana kota Beijing

Kualitas udara di Beijing memprihatikan banyak kalangan

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi panitia penyelenggara Olimpiade Beijing adalah meningkatkan kualitas lingkungan.

Polusi udara di Beijing dinilai parah. Asap kendaraan dan polusi dari pabrik, membuat Beijing seperti diselimuti kabut asep setiap hari.

Panitia penyelenggara harus menempuh berbagai cara untuk mengatasi persoalan ini.

Sebagaimana kota-kota besar, jalan-jalan di kota Beijing sangat padat dengan kendaraan dari berbagai jenis, mulai dari sepeda, mobil pribadi, mobil instansi pemerintah, kendaraan angkutan umum seperti taxi dan bus kota.

Asap buangan kendaraan ini sangat besar, dan ditambah dari asap industri, kesemunya membuat Beijing seperti berada dalam kunkungan kabut asap tebal. Jarak pandang hanya sekitar 1 atau 2 km saja, setelah itu hanya asap kelabu.

Ketika hari mendung, suasana Beijing sepertinya menjadi semakin kelabu.

Persoalan polusi ini disadari sebagai salah satu tantangan terbesar yang dihadapi panitia penyelenggara olimpiade.

Wakil Presiden Panitia Olimpiade 2008 Jiang Xiaoyu mengatakan:" Kualitas udara yang baik dan langit yang berwarna biru, sangat penting, baik ketika dilakukan upacara pembukaan, dan juga penting untuk para atlit dan warga Beijing pada umumnya.

Mempengaruhi kinerja

Menurut Jiang, panitia telah melakukan 13 tahap perbaikan kondisi udara sejak 1998.

asap dari cerobong pabrik di Cina

Pabrik dipindahkan dari Beijing untuk menekan polusi

Dalam beberapa tahun belakangan, kualitas udara di Beijing mengalami peningkatan yang sangat sangat signifikan, katanya. "Jumlah hari dengan kualitas udara di atas standard nasional meningkat pesat tahun lalu.

Kondisi udara yang buruk bisa mempengaruhi kinerja atlit. Marco Cardinale, peneliti di asosiasi olimpiade Inggris mengatakan, polusi udara akan mempengaruhi penampilan atlit di cabang atletik terutama di nomor lari jarak jauh, cabang sepeda dan berenang.

Di event olahraga, mengirim atlit beberapa hari sebelum penelenggaraan sangat penting agar atlit bisa menyesuaikan diri dengan iklim dan cuaca setempat.

Namun dengan kondisi Beijing seperti sekarang, datang lebih awal berarti terekspos polusi dengan lebih besar dan ini bisa mengurangi penampilan prima atlit.

Bertambah macet

Pada tahun 1978, jumlah mobil di Beijing hanya sekitar 77 ribu. Sekarang di ibukota Cina ini terdapat lebih dari 3 juta kendaraan. Laporan media menyebutkan, setiap hari, pemerintah menerima pendaftaran 1.000 mobil baru.

Arus kendaraan di Beijing

Jumlah kendaraan bermotor membengkak di Beijing

Tidak mengherankan kalau lalu lintas kota menjadi bertambah macet dan asap kendaraan menjadi pemandangan yang biasa. Apa saja upaya yang diambil pemerintah.

Wakil direktur perlindungan lingkungan pemerintah kota Beijing, Du Shaozhong mengatakan, lembaganya telah mengambil berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas udara sejak tahun 1990-an.

"Untuk mengurangi polusi, kami telah memindahkan lebih dari 200 pabrik, terutama yang menjadi sumber pencemaran udara, keluar Beijing. Itu termasuk pabrik minyak dan pabrik baja," kata Du.

Sumber polusi berasal dari asap kendaraan. Ada laporan pemerintah akan memberlakukan larangan penggunaan mobil antara 1 hingga 2 juta unit. Selain ditujukan untuk mengurangi polusi, langkah ini juga akan mengurangi kepadatan lalu lintas.

Untuk mengurangi polusi, kami telah memindahkan lebih dari 200 pabrik, terutama yang menjadi sumber pencemaran udara, keluar Beijing. Itu termasuk pabrik minyak dan pabrik baja

Du Shaozhong
Pemkot Beijing

Wakil direktur perlindungan lingkungan pemerintah kota Beijing, Du Shaozhong, mengatakan rencana ini masih dalam pembahasan intensif dengan para pakar.
"Begitu rencana ini disetujui kami akan mengeluarkan pemberitahuan kepada masyarakat," tambahnya.

Wakil presiden panitia penyelenggara Olimpiade Beijing Jiang Xiaoyu mengatakan, kalaupun pemerintah akan memberlakukan larangan 1 juta mobil, hal itu akan dilakukan dengan tanpa paksaan.

"Jika rencana ini akan diterapkan, semuanya harus dilakukan secara sukarela. Langkah ini tidak hanya untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, tapi juga untuk meningkatkan kualitas lingkungan," ujarnya

"Langkah-langkah seperti ini harus bersifat sukarela dan mengandung unsur pendidikan bagi masyarakat," tambah Jiang.

Tugas berat

Seorang warga Beijing yang mengatakan, dia melihat harus ada perbaikan untuk membenahi lalu lintas dan sudah ada kemajuan positif. Namun untuk soal lingkungan dan udara, dia tidak melihat ada kemajuan yang signifikan.

Seorang warga lain Beijing mengatakan, dia yakin berbagai langkah yang diambil pemerintah Cina untuk mengatasi polusi bisa berhasil.

Mengatasi pencemaran dan memperbaiki kualitas lingkungan memang diakui sebagai tugas yang berat. Menurut pemerintah Cina dan panitia Olimpiade, ada atau tidak olimpiade, masalah lingkungan harus diatasi.

Melihat sendiri besarnya persoalan polusi dan lingkungan ini, bisa dipahami bila beberapa kalangan mengatakan pesimistis kualitas udara bisa membaik tahun depan.

http://www.bbc.co.uk/indonesian/programmes/story/2007/08/beijingcountdown2.shtml

Oleh: Arda Dinata
Email:
arda.dinata@gmail.com

SELAMA kita hidup tentu membutuhkan udara untuk bernafas. Udara di dalamnya terkandung sejumlah oksigen. Ia merupakan komponen esensial bagi kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Udara merupakan campuran dari gas yang terdiri dari 78 % Nitrogen, 20 % Oksigen, 0,93 % Argon, 0,03 % Karbon Dioksida dan sisanya terdiri dari Neon, Helium, Metan dan Hidrogen. Komposisi seperti itu dibilang sebagai udara normal dan dapat mendukung kehidupan manusia.

Namun akibat aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan, udara sering kali menurun kualitasnya. Perubahan ini dapat berupa sifat-sifat fisis maupun kimiawi. Perubahan kimiawi dapat berupa pengurangan maupun penambahan salah satu komponen kimia yang terkandung dalam udara. Kondisi seperti itu orang lazim menyebutnya dengan pencemaran (polusi) udara.

Kondisi pencemaran udara di beberapa kota Indonesia sudah mencapai taraf yang cukup membahayakan. Itulah sebabnya, Jakarta menempati peringkat ketiga dalam hal polusi udara terkotor sedunia, setelah Mexico City dan Bangkok. Hal ini dapat terlihat dengan meningkatnya indeks terganggunya kenyamanan dan kesehatan masyarakat di ibukota. Dan menurut Isna Marifat MSc, Ketua Penyelenggara Segar Jakartaku, “70 persen pencemaran udara Jakarta disebabkan oleh kendaraan bermotor”.

Adapun jumlah kendaraan di Jakarta berdasarkan data tahun 2002 telah mencapai hampir 3,5 juta unit kendaraan, sehingga beban pencemaran udara yang ditimbulkan cukup signifikan. Dan pencemaran udara yang paling tinggi terdapat di ruas-ruas jalan yang paling padat lalu lintasnya dan rawan kemacetan.

Jenis Pencemaran Udara

Realitas terjadinya pencemaran udara itu disebabkan berbedanya komposisi udara aktual dengan kondisi udara normal. Bahan atau zat pencemaran udara sendiri dapat berbentuk gas dan partikel. Dalam bentuk gas dapat dibedakan dalam golongan Belerang (Sulfur Dioksida, Hidrogen Sulfida, Sulfat Aerosol); golongan Nitrogen (Nitrogen Oksida, Nitrogen Monoksida, Amoniak, dan Nitrogen Dioksida); golongan Karbon (Karbon Dioksida, Karbon Monoksida, Hidrokarbon); dan golongan gas yang berbahaya (Benzene, Vinyl Klorida, air raksa uap).

Jenis pencemaran udara berbentuk partikel dibedakan menjadi tiga. Pertama, mineral (anorganik) dapat berupa racun seperti air raksa dan Timah. Kedua, bahan organik terdiri dari ikatan Hidrokarbon, Klorinasi Alkan, Benzene. Ketiga, makhluk hidup terdiri dari bakteri, virus, telur cacing.

Sementara itu, jenis pencemaran udara menurut tempat dan sumbernya dibedakan menjadi dua, yaitu pencemaran udara bebas dan pencemaran udara ruangan. Kategori pencemaran udara bebas meliputi secara alamiah (letusan gunung berapi, pembusukan, dll) dan bersumber kegiatan manusia, misalnya berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, asap kendaraan bermotor, dll.

Kesehatan Terancam

Menurut David Kuper, Kepala Perwakilan Swisscontact dan Direktur Clean Air Project Jakarta, pencemaran udara berdampak negatif terhadap kesehatan, khususnya penyakit kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, gangguan kejiwaan, kanker dan penurunan IQ pada anak-anak. “Biaya kesehatan akibat pencemaran udara mengalami peningkatan sekitar 250 juta dolar AS per tahun,” katanya.

Lebih jauh, kondisi udara yang tercemar bisa membuat kesehatan kita memburuk dan terancam. Misalnya, adanya logam Timbal yang keluar dari gas buangan kendaraan bermotor dapat masuk ke tumbuh manusia melalui pernafasan dan kontak langsung. Keberadaan unsur Timbal ini di dalam tubuh manusia menjadi racun penyerang syaraf yang dapat merusak pertumbuhan anak dan bisa menurunkan kepintaran (IQ) anak-anak. Dan berdasarkan data penelitian mutakhir menyebutkan bahwa udara kotor tidak cuma buruk bagi paru-paru, tapi juga berdampak jelek buat jantung. Serangan jantung ini mungkin akan menjadi ancaman sangat serius karena disebabkan kotornya udara.

Sementara itu, Posman Sibuea, Magister Sains Bidang Teknologi Pangan dari UGM Yogyakarta, mengungkapkan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi Timbal pada lingkungan adalah pemakaian bensin bertimbal yang masih tinggi di Indonesia. Untuk mempermudah bensin premium terbakar, titik bakarnya harus diturunkan melalui peningkatan bilangan oktan dengan penambahan Timbal dalam bentuk Tetra Ethyl Lead (TEL). Namun dalam proses pembakaran, Timbal dilepas kembali bersama-sama sisa pembakaran lainnya ke udara dan siap masuk ke sistem pernafasan manusia.

Lebih lanjut diungkapkan Posman, di dalam tubuh manusia, Timbal memulai turnya melalui saluran pernafasan atau saluran pencernaan menuju sistem peredaran darah. Melalui sistem peredaran darah menyebar ke berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, syaraf, dan tulang. Keracunan Timbal ini pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit), dan paralysis (kelumpuhan).

Adapun keracunan Timbal pada anak-anak dapat mengurangi kecerdasannya. Bila dalam darah mereka ditemukan kadar Timbal tiga kali batas normal (asupan normal sekitar 0,3 miligram per hari) menyebabkan penurunan IQ di bawah 80. Kelainan fungsi otak terjadi karena Timbal secara kompetitif menggantikan peranan mineral-mineral utama seperti Seng, Tembaga, dan Besi dalam mengatur fungsi sistem syaraf pusat. Yang pada gilirannya akan mengurangi peluang anak untuk berprestasi di sekolah.

Dalam bahasa lain, pencemaran udara berdasarkan pengaruhnya terhadap gangguan kesehatan dibedakan menjadi empat jenis (Indah Kastiyowati, ST; 2003). Pertama, iritansi. Biasanya polutan ini bersifat korosif. Merangsang proses peradangan hanya pada saluran pernafasan bagian atas (mulai hidung hingga tenggorokan). Misalnya Sulfur Dioksida, Sulfur Trioksida, Amoniak, debu. Iritasi terjadi pada saluran pernafasan bagian atas dan juga mengenai paru-paru.

Kedua, asfiksia. Yakni disebabkan oleh berkurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap oksigen atau berkurangnya kadar oksigen. Keracunan gas Karbon Monoksida mengakibatkan CO akan mengikat hemoglobin sehingga kemampuan hemoglobin mengikat oksigen berkurang maka terjadilah asfiksia. Yang termasuk golongan ini ialah gas Nitrogen, Oksida, Metan, gas Hidrogen dan Helium.

Ketiga, anestesia. Bersifat menekan susunan syaraf pusat sehingga kehilangan kesadaran, misalnya Aeter, Aetiline, Propane, dan alkohol alifatis. Dan keempat, toksis. Titik tangkap terjadinya berbagai jenis, yaitu menimbulkan gangguan pada sistem pembuatan darah (misalnya Benzene, Fenol, Toluen, dan Xylene) dan keracunan terhadap susunan syaraf (misalnya Karbon Dioksida, Metil alkohol).

Dari sini, masyarakat hendaknya sadar betul mengenai ancaman kesehatan bersumber dari masalah pencemaran udara (terutama) dari asap kendaraan bermotor, dampaknya terhadap kesehatan, dan bagaimana upaya untuk menanggulanginya.***

Arda Dinata adalah pemerhati masalah kesehatan lingkungan dan tergabung pada Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia [HAKLI], tinggal di Bandung.

Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia,
http://www.miqra.blogspot.com

http://pollutionnews.blogspot.com/2008/09/pencemaran-udara-ancaman-bagi-kesehatan.html

1 komentar:


  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus